REPUBLIKA.CO.BANDA ACEH--Kalangan pemohon uji materi pasal 256 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) yang mengatur calon perseorangan, meminta Mahkamah Konstitusi (MK) segera mengeluarkan keputusannya.
"Kami hanya bisa berharap MK mempercepat mengeluarkan keputusannya, sehingga tidak mengganggu proses Pilkada Aceh yang digelar pada 2011," kata Koordinator tim pemohon uji materi UUPA Mukhlis Mukhtar di Banda Aceh, Selasa (14/12).
Menurut dia, kalau MK memutuskannya dalam waktu terlalu lama, maka akan melahirkan preseden buruk bagi proses peradilan di lembaga tersebut. Seperti diketahui, proses uji materi di Mahkamah Konstitusi berlangsung cepat. Apalagi pemohon uji materi berasal dari daerah, seperti Aceh, tentu butuh biaya ke Jakarta," katanya.
Selain itu, kata dia, banyak komponen masyarakat di Aceh mempertanyakan nasib uji materi pasal 256 UUPA. Namun, Mukhlis tidak bisa menjawab karena hal itu merupakan wewenang Mahkamah Konstitusi.
Permohonan yudisial review pasal 256 tersebut didaftarkan ke MK pada 31 Mei 2010. Pasal tersebut mengatur ketentuan calon perseorangan dalam pemilihan kepala daerah.
Pasal tersebut diujimaterikan karena menutup peluang kalangan perseorangan mencalonkan diri sebagai kepala daerah, baik gubernur maupun bupati dan wali kota di Provinsi Aceh lewat jalur independen.
Sidang uji materi Pasal 256 UUPA dengan nomor perkara 35/PUU-VIII/2010 tersebut sudah dua kali digelar. Sidang perdana digelar 16 Juni 2010 dan kedua 15 Oktober 2010.
Mukhlis mengatakan, dilihat dari materi yudisial review pasal 256 UUPA, tidak ada alasan MK menolaknya secara hukum, karena bila putusannya ditolak, maka menutup peluang hak masyarakat Aceh mencalonkan diri sebagai kepala daerah lewat jalur perseorangan.
Sementara, sebut dia, kran calon perseorangan sudah dibuka di provinsi lain. Padahal, Provinsi Aceh merupakan daerah yang pertama menyelenggarakan Pilkada yang memperbolehkan perseorangan mencalonkan diri.
"Jika ini terjadi, maka terjadi kemunduran demokrasi di Provinsi Aceh. Aceh bagian NKRI, jadi tidak boleh ada perbedaan dengan daerah lain," kata Mukhlis Mukhtar.