Rabu 02 Mar 2011 10:26 WIB

Jadi Dermawan Malah Dituntut Penjara Sembilan Tahun

Rep: Bilal Ramadhan/ Red: Didi Purwadi
Barang bukti senjata yang disita Polri dari tersangka teroris, ilustrasi
Foto: Antara
Barang bukti senjata yang disita Polri dari tersangka teroris, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Naas sekali nasib yang dijalani Dokter Syarif Usman. Niat untuk berderma atau memberikan sumbangan, malah dituntut hukuman pidana selama sembilan tahun karena dianggap terlibat dalam kegiatan terorisme.

Hal ini dialami Syarif Usman seusai menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dengan memberikan sumbangan sebesar Rp 200 juta, ia dituntut selama sembilan tahun karena dianggap melanggar Pasal 11 jo Pasal 7 UU UU No.1/2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Kuasa Hukum Syarif Usman, Asludin Hatjani, mengatakan Syarif sama sekali tidak mengerti dengan persidangan tersebut. Syarif hanya memiliki tujuan mulia untuk memberikan sumbangan tanpa ada niat jahat apapun.

“Kalau saya melihat fakta yang terungkap di persidangan, Syarif memberikan infaq dengan tujuan untuk apa, dia tidak mengerti,” kata Asludin.

Menurutnya, sangat aneh jika Syarif dituntut selama sembilan tahun hanya karena ingin berbuat baik. Dalih Jaksa Penuntut umum (JPU) yang mengatakan sebelum memberikan sumbangan, Syarif telah melihat rekaman latihan militer di Bukit Jalin Jantho, Aceh, ia menilai Syarif menganggap pelatihan itu telah memiliki izin atau legal.

Syarif memberikan sumbangan sebesar Rp 200 juta kepada Abdul Haris yang mengumpulkan dana untuk pelatihan militer yang dituding melakukan kegiatan terorisme. Kasus tersebut juga menyeret amir Jamaah Ansharut Tauhid, ustadz Abu Bakar Ba’asyir, yang didakwa dengan tujuh pasal berlapis.

Asludin pun menegaskan akan menyiapkan pleidoi atau pembelaan atas tuntutan JPU tersebut. “Iya, kami siapkan pembelaan nanti,” tegasnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement