REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mendesak Undang-Undang Tentang Peradilan Militer untuk segera direvisi. Jika tidak, undang-undang itu hanya akan menjadi alat untuk meniadakan hukuman yang layak bagi anggota TNI yang melakukan pelanggaran HAM.
“Contohnya kasus penyikdaan di Papua, kasus ini hanya berujung pada peradilan militer dan pelakunya yang berasal dari TNI tidak mendapatkan hukuman yang setimpal,” kata Ketua Badan Pekerja Kontras di kantornya, Jakarta, Ahad (20/3).
Haris mengatakan, praktek peradilan militer sampai saat ini masih banyak menimbulkan kontroversi. Karena, anggota TNI yang melakukan pelanggaran HAM, korupsi, dan pelanggaran hukum lainnya tidak akan bisa dibawa ke pengadilan umum. Hal tersebut akan membuat peradilan militer menjadi peradilan yang tertutup dari pengawasan public.
Haris mencontohkan, seorang hakim peradilan militer itu maksimal bintang satu, bagaimana mungkin mengadili kasus yang membutuhkan pertanggungjawaban pejabat yang posisinya diatas hakim,.Selain itu, posisi peradilan militer yang berada dibawah binaan Markas Besar TNI Cilangkap juga rawan dengan konflik kepentingan.