REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN--Menyusul diberlakukannya kebijakan kenaikan tarif dasar listrik (TDL), ribuan buruh di Kabupaten Semarang mengaku resah. Mereka khawatir kebijakan ini akan membuat nasib buruh kian terjepit.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Tengah, Agung Wahono, memahami kecemasan para buruh ini. Ia menegaskan buntut dari kebijakan kenaikan TDL menyisakan permasalahan yang semakin pelik di kalangan industri di Jawa Tengah.
Menurutnya, ancaman PHK massal di 500 industri yang ada di Jawa Tengah sewaktu-waktu bakal menjadi kebijakan pahit yang harus diterima para buruh. "Terutama jika strategi efisiensi energi gagal dilaksanakan oleh perusahaan- perusahaan ini," ujar Agung, Kamis (1/7) di Ungaran, Jateng.
Menurut Agung, sumber energi masih menjadi komponen utama selain bahan baku. Sementara masa pemulihan dari keterpurukan industri sebagai dampak krisis keuangan global dan perdagangan bebas ASEAN-Cina belum sepenuhnya berhasil.
Jika industri kembali dihadapkan pada situasi yang serba sulit, dampak sosial yang lebih besar bakal terjadi. "Karena itu, kami, jajaran Apindo Jawa Tengah, menolak keras kebijakan kenaikan TDL," imbuh Agung Wahono.
Di tempat terpisah, kalangan usaha mikro menegah juga mengungkapkan kebertannya atas kebijakan pemerintah pusat yang mulai di berlakukan per 1 Juli 2010. Mereka khawatir kebijakan ini justru bisa mematikan usaha mereka.
"Komponen energi listrik menjadi hal yang penting bagi usaha mebel rumahan, seperti usaha yang saya geluti selama ini," ungkap Handoyo (45), pemilik usha mebel Berdikari, di Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak ini.
Meski hanya memenuhi pasar domestik, usaha yang dijalankannya juga sudah merasakan dampak dari masuknya mebel-mebel Cina dan mebel-mebel plastik yang mulai membanjiri pasar. Dengan kenaikan TDL ini, persoalan industri rumahan ini akan bertambah rumit. "Bisa-bisa kami juga ikut merumahkan beberapa pekerja yang selama ini menggantungkan penghasilan dari usaha mebel rumahan ini," imbuhnya.
"Kami hanya bisa berdoa, kebijakan ini tak berimbas terlalu berat bagi para buruh," ungkap Wantoro (40), karyawan sebuah pabrik garmen di Ungaran, Kabupaten Semarang, Kamis (1/7).
Persoalan, jelasnya, akan bertambah lebih sulit manakala untuk mencukupi kebutuhan hidup, para buruh kembali dihadapkan pada kenaikan harga berbagai kebutuhan pokok yang terus melambung.