Kamis 23 Sep 2010 02:39 WIB

Nelayan Sidoarjo Protes Pembatasan Solar Bersubsidi

Rep: Asan Haji/ Red: Djibril Muhammad
Nelayan
Foto: Eric Ireng/Antara
Nelayan

REPUBLIKA.CO.ID, SIDOARJO-- Rencana pemerintah membatasi subsidi bahan bakar minyak (BBM) menuai protes. Sekitar 1.100 nelayan yang tergabung dalam Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNIS) Sidoarjo, memprotes rencana kebijakan pembatasan BBM, yang termasuk di dalamnya solar.

Ketua HNSI Sidoarjo, Muhamad Alimin Toba menilai kebijakan pembatasan solar bagi nelayan sama artinya tidak berpihak pada rakyat kecil. Karena akan membuat biaya operasional untuk melaut semakin mahal. Sehingga akan semakin memberatkan para nelayan. Apalagi, pendapatan para nelayan hingga saat ini masih kembang-kempis.

"Harga solar bersubsidi saja yang dibeli nelayan selama ini  Rp 5 ribu per liter masih sangat tingi. Kalau subsidi dihapus, harganya semakin mahal. Nelayan jelas susah untuk mengjangkau. Bisa-bisa pendapatan mereka habis untuk solar," tutur dia.

Makanya, ia mengatakan, nelayan keberatan dan menolak rencana pencabutan solar bersubsidi tersebut. Karena itu, Alimin meminta, usulan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) yang meminta PT Pertamina agar membatasi penyaluran solar bersubsidi untuk nelayan maksimal 25 kilo liter per bulan demi menghemat pengeluaran subsidi dari APBN perlu ditinjau ulang.

Apalagi, ia menuturkan, nelayan sering kesulitan mendapatkan solar bersubsidi. Sebab, selama ini, PT Pertamina tak memasok secara langsung solar bersubsidi untuk nelayan. Sehingga sejumlah nelayan mencampur solar dengan minyak tanah dengan harga yang lebih mahal.

Dia juga merasa khawatir, rencana pencabutan subsidi solar itu membuat para nelayan tak bisa melaut. Itu berarti, pekerjaan mereka terancam. Padahal, para nelayan yang sebagian besar menggunakan perahu kecil itu selama ini menggunakan bahan bakar solar sudah bertahun-tahun. Mereka rata-rata membutuhkan sekitar 25-50 liter solar per hari.

Itu pun, Alimin menambahkan, nelayan yang sebagian besar di pesisir pantai Sedati dan Bluru Kabupaten Sidoarjo hanya melaut hingga kawasan selat Madura. "Jadi, setiap hari mereka melaut hanya sejauh 12-15 mil dari bibir pantai," paparnya.

Sedangkan penghasilan mereka tidak menentu. Belumlagi bila cuaca buruk. Hasil tangkapan nelayan bisa merosot hingga 40 persen. Hal itu juga diakui Ketua kelompok nelayan Putera Samudra, Desa Gisik Cemandi, Syaiful Anam. Menurut dia, nelayan sering rugi jika dihitung dengan tenaganya. "Sebab, hasilnya sering hanya untuk menutup biaya operasional," katanya.

Dia menjelaskan, bila cuaca jelek, pendapatan nelayan merosot. Paling banyak dapat uang hanya Rp 45 ribu. Sebab, selama enam jam melaut hanya mendapat tangkapan satu kilogram udang. Pendapatan itu harus dibagi dengan temannya, setelah dikurangi biaya operasional, termasuk utnuk membeli solar.

Karena itu, pemerintah diharap tidak mencabut subsidi solar nelayan. Mereka juga berharap tidak ada pembatasan untuk solar para nelayan. Sehingga, para nelayan tetap bisa melaut.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement