REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG- Tes keperawanan yang tengah diwacanakan di Jambi, terus menuai kontroversi. Kebijakan tersebut dianggap sangat diskriminatif terhadap kaum perempuan.
"Secara struktural memang saya tidak berhak untuk mengomentari ini. Tapi secara pribadi, saya menolak kebijakan itu (tes keperawanan) karena sangat diskriminatif," tegas ketua tim penggerak PKK Jabar, Netty Heryawan, yang ditemui Republika usai menghadiri Sarasehan MUI Jabar di Hotel Lingga, Bandung, Rabu (29/9) siang.
Menurut Netty, tes tersebut hanya akan menyudutkan perempuan sebagai korban. Dalam status pendidikan pun, status perawan atau tidak, sangat tidak dibutuhkan.
Misalnya, ia menyontohkan, jika ada seorang anak yang kemudian dinyatakan tidak perawan, lantas disebut amoral. Bisa saja, lanjutnya, ia pernah menjadi korban pelecehan seksual atau pernah terjatuh dari sepeda. "Tidak bisa menjadikan tes keperawanan dijadikan tolok ukur moralitas," ujarnya.
Ia mengimbau kepada anggota DPRD Jambi yang mengusulkan ide tersebut, agar melakukan kebijakan yang lebih bermanfaat untuk masyarakat. Kenapa tidak membuat regulasi yang tujuannya untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Bukannya 'mengaduk-aduk' korban, sedangkan pelakunya bebas berkeliaran di luar. "Jangan mencari sensasi. Itu (tes keperawanan) memang tidak populis, tp dampak negatifnya sangat besar bagi masyarakat," imbuhnya.