Sabtu 13 Nov 2010 00:24 WIB

Pengungsi Merapi Mulai "Banting Harga" Ternak Mereka

Pengungsi Merapi
Foto: ant
Pengungsi Merapi

REPUBLIKA.CO.ID, BOYOLALI--Masyarakat yang mengungsi akibat letusan Gunung Merapi di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, mulai menjual hewan ternaknya untuk biaya hidup selama berada di tempat pengungsian. Sabar (24), warga Desa Samiran Kecamatan Selo yang mengungsi di Kantor DPRD Kabupaten Boyolali, Jumat mengatakan, dirinya telah menjual dua ekor sapi di Pasar Hewan Sunggingan daerah setempat karena sudah tidak memiliki uang untuk mondar-mandir dari tempat pengungsian ke rumahnya.

Ia menyebutkan, dua ekor sapi itu dijual dengan harga Rp 5 juta (satu ekor harganya Rp3 juta dan yang lainnya Rp 2 juta). "Kalau dihitung-hitung saya rugi karena saya membeli harganya lebih dari itu, tetapi mau bagaimana lagi karena saya tidak punya uang untuk mondar-mandir dan biaya hidup selama di pengungsian," ucapnya.

Ia menyebutkan, dulu dirinya membeli seekor sapi seharga Rp 4.650.000 dijual seharga Rp 3 juta, kemudian yang satunya dibeli dengan harga Rp 4 juta, tetapi dijual dengan harga Rp 2 juta. "Saya rugi Rp 3.650.000," katanya lirih.

Selain dijual untuk biaya hidup selama di tempat pengungsian, kata dia, juga biaya pemeliharaannya tidak terjangkau lagi karena harus membeli rumput dan bekatul untuk pakan ternaknya yang harganya cukup tinggi.

"Saya harus membeli rumput di pasar ini seharga Rp 3.000 per ikat, belum lagi untuk membeli bekatulnya yang harganya cukup mahal. Bapak saya menyarankan agar sapi itu dijual karena biaya pemeliharaannya tinggi dan biaya hidup di tempat pengungsian," tutur Sabar yang sehari-hari bekerja sebagai buruh tani.

Ia mengatakan, untuk mengambil rumput di sekitar desanya untuk pakan ternak jelas tidak mungkin karena semua tanaman tertutup abu vulkanik Merapi yang cukup tebal.

Menurut dia, kejadian yang dialami ini bukan hanya dirinya sendiri, tetapi juga warga lainnya yang mengungsi di sini. "Mereka mulai menjual barang berharga yang dimiliki seperti perhiasan untuk hidup di tempat pengungsian, karena sebagain besar saat mengungsi tidak memiliki uang yang cukup untuk hidup di daerah pengungsian," paparnya.

Yanti (30), warga Desa Suroteleng Kecamatan Selo, mengatakan, saat mengungsi dirinya dan keluarganya hanya membawa uang Rp50 ribu dan itupun merupakan uang sisa hasil membeli barang dagangannya.

Ia mengakui, memang di tempat mengungsi mendapat jatah makan tiga kali tetapi kebutuhannya bukan hanya makan saja, misalnya, untuk jajan anaknya dan keperluan yang lain.

"Kalau makan tidak masalah, tetapi hampir setiap pagi saya harus beli minuman teh hangat di warung yang ada di depan pengungsian," ucap ibu satu anak yang sehari-hari berjualan di desanya.

Narto (55), warga Desa Suroteleng lainnya mengatakan, dirinya memang belum sampai menjual barang-barang berharga miliknya untuk hidup di tempat pengungsian karena uangnya masih cukup, tetapi dirinya harus berhemat dalam hal pengeluaran dananya.

Ia mencontohkan, kalau untuk membeli garam biasanya Rp 1.000 kini dikurangi hanya Rp 500, demikian yang lainnya. "Kami harus bisa berhemat selama berada di daerah pengungisan karena sampai kini kami belum tahu kapan bisa pulang ke rumahnya," ujarnya.

Hal yang sama juga disampaikan Ny Surti (45). "Saya belum sampai menjual barang berharga miliknya karena masih memiliki uang sisa tetapi kalau kami lama di sini tentunya lama kelamaan uang itu akan habis," kata Surti yang sudah 10 hari berada di tempat pengungsian.

sumber : Ant
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement