REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Sejumlah mahasiswa yang mengatasnamakan Perhimpunan Mahasiswa Ortopedagogik Indonesia melakukan aksi di depan Gedung Sate, Bandung, Jumat (3/12) siang. Mereka menuntut agar pemerintah dapat memberikan pelayanan dan akses yang sama bagi orang cacat.
Dalam aksi tersebut, mereka menampilkan beberapa teaterikal tentang gambaran kehidupan orang cacat, misalnya selalu dianggap hina, dipinggirkan dari pergaulan, hingga dianggap sebagai sampah yang menjadi beban kehidupan sosialnya.
Korlap aksi, Listia Anggraeni, mengatakan, tujuan aksi yang dilakukannya agar pemerintah memberikan perhatian yang lebih bagi orang cacat. Mereka perlu dimudahkan aksesnya dalam memanfaatkan pelayanan umum. "Demo ini selain memang karena memperingati Hari Cacat Internasional 3 Desember, juga menuntut pemerintah agar memberikan kesamaan akses terhadap orang cacat," ujar Listia di tengah-tengah aksi.
Menurutnya, saat ini perhatian pemerintah masih belum maksimal membantu mencarikan solusi bagi orang cacat. Hal itu dapat diketahui dari minimnya fasilitas akses yang memudahkan mereka, termasuk memudahkan pendidikan bagi mereka. Pendidikan bagi mereka, menurutnya masih ada pengotak-kotakan, di mana sekolah orang cacat dipisahkan dari orang yang tidak cacat.
Selain itu, kata dia, masih adanya anggapan bahwa orang cacat dianggap beban, sehingga mereka cenderung lemah mental. Akibatnya, mereka cenderung memilih menjadi pengemis. "Padahal, mereka juga sama-sama potensi yang bisa dioptimalkan," jelasnya.
Bagi masyarakat sendiri sesuatu yang seringkali terjadi adalah adanya asumsi bahwa orang cacat perlu dikasihani. Padahal, rasa iba itu justru membuat mental mereka lemah. "Iba itu bagus, tetapi yang perlu dioptimalkan bagaimana membuat mereka bisa mandiri." Oleh karenanya, dia berharap pemerintah agar juga bisa mencarikan solusi bagi orang-orang cacat agar mereka bisa mandiri.