REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Prof Dr Rokhmin Dahuri, Wakil Ketua Dewan Pakar ICMI
Allah SWT sangat tegas memberikan komitmen bagi orang-orang yang takwa bahwa kehidupan mereka di dunia dan akhirat akan sukses dan bahagia. Dalam tataran kehidupan berbangsa dan bernegara, Islam juga mengajarkan bahwa prasyarat utama bagi sebuah negara-bangsa untuk bisa maju, adil-makmur, aman-damai, dan berdaulat adalah penduduknya harus beriman dan bertakwa kepada Allah SWT (QS al-A’raf: 96).
Sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, seharusnya Indonesia sudah menjadi bangsa yang penuh berkah Allah, maju, adil-makmur, damai, dan berdaulat. Namun, faktanya kehidupan umat Islam, baik di Indonesia maupun di tingkat global (dunia) sejak runtuhnya kekhilafahan Islam terakhir di Turki Usmani pada 1924 pada umumnya terpuruk hampir di semua bidang kehidupan.
Dalam hal penguasaan dan inovasi iptek yang menjadi kunci kemajuan dan kesejahteraan sebuah bangsa, tidak ada satu pun negara Islam atau berpenduduk mayoritas Muslim yang termasuk dalam kelompok negara produsen teknologi
Saat ini, kelompok negara kampiun iptek baru beranggotakan 20 negara termasuk AS, Kanada, Jepang, negara-negara Eropa Barat, Australia, dan Korea Selatan. Satu tingkat di bawah kelompok negara elite itu adalah technology implementor countries, yakni kumpulan negara yang telah mampu mengaplikasikan teknologi tinggi, dan baru mulai melakukan inovasi.
Sebagian besar negara yang selangkah lagi menjadi negara maju, seperti Singapura, Malaysia, Cina, India, Iran, Turki, Qatar, Uni Emirat Arab, Brasil, Cili, dan Afrika Selatan, termasuk dalam kelompok ini.
Di bawahnya lagi adalah kelompok negara yang hanya mampu sedikit mengadopsi teknologi, tetapi belum sampai pada tahap implementasi secara luas. Yang mencemaskan, Indonesia sekarang menduduki peringkat ke-60 dari 63 negara yang masuk dalam kelompok ini. Jika tidak segera berbenah, Indonesia bisa terjerembap ke dalam kelompok terbawah yang terdiri atas negara-negara terbelakang di Asia, Afrika, dan Pasifik Selatan.
Di bidang ekonomi tak kalah memilukan, hingga saat ini belum ada satu pun negara Muslim yang masuk dalam kelompok negara industri maju nan kaya, yang tergabung dalam OECD (Organization for Economic Cooperation and Development). Kebanyakan negara Muslim masih menghadapi sejumlah masalah kehidupan yang elementer, seperti tingginya angka pengangguran dan kemiskinan, kelaparan, gizi buruk, dan konflik sosial.
Kekuatan hankam negara-negara Muslim jauh tertinggal dari negara-negara industri maju. Hampir semua jaringan media masa dan informasi dikuasai oleh kelompok negara industri maju. Negeri kita, Indonesia yang dikaruniai Allah kekayaan alam melimpah dan posisi geoekonomi yang sangat strategis, sampai sekarang masih berstatus sebagai negara berkembang.
Dengan garis kemiskinan Rp 361 ribu per orang per bulan, BPS mencatat banyaknya penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan pada September 2015 sebesar 27,56 juta orang (BPS, 2015). Bila mengacu pada garis kemiskinan versi Bank Dunia, yakni 2 dolar AS per orang per hari (sekitar Rp 850 ribu per orang per bulan) maka jumlah penduduk miskin Indonesia mencapai 117 juta orang. Artinya, hampir separuh rakyat Indonesia masih hidup dalam kubangan kemiskinan.
Belum sesuainya janji Allah dengan kenyataan hidup duniawi umat Islam pasti karena kegagalan memahami dan melaksanakan Islam secara kafah. Ketika menerapkan ajarannya Islam secara menyeluruh setelah pembebasan Makkah pada 630 M sampai abad ke-15 umat Islam menikmati masa kejayaan. Kehidupan mereka maju, sejahtera, aman dan damai.
Zakat, infak, dan sedekah disalurkan ke negara-negara non-Muslim, karena di dalam wilayah negara-negara Islam hampir tidak dijumpai fakir miskin. Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sangat pesat. Keadilan berlaku untuk semua warna negara, baik Muslim maupun non-Muslim. Wilayah kekuasaan Islam meliputi dua-pertiga dunia.
Ada tiga penyebab umat Islam tertinggal. Pertama, adalah fakta bahwa jumlah umat Islam yang melaksanakan ibadah mahdhah saja, seperti shalat, puasa, zakat, dan haji kurang dari 30 persen dari total penduduk Muslim dunia. Di Indonesia, umat Islam yang melaksanakan shalat wajib lima kali dalam sehari itu tidak lebih dari 25 persen (Monash University, 2013). Padahal, shalat itu adalah tiang agama Islam.