Senin 11 Mar 2019 05:00 WIB

Narkoba Menggurita

Narkoba sudah menggurita, siapapun bisa menjadi korbannya.

Reiny Dwinanda, wartawan Republika
Foto: Dokumen pribadi
Reiny Dwinanda, wartawan Republika

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Reiny Dwinanda*

Anda ingat Yhantii? Dia adalah pemilik akun Facebook yang videonya viral lantaran mengerjai penipu bermodus ‘Anak Ibu Ditangkap karena Narkoba’.

Yhantii sukses membuat warganet tergelak sekaligus terbangkitkan kesadarannya. Betapa tidak, kasus yang mengatasnamakan polisi meminta transfer sejumlah uang agar kasus narkoba yang membelit “anaknya” tidak sampai ke pangadilan itu sudah lebih dari 10 tahun berkeliaran.

Saya tak bisa lupa raut wajah ibunda saat mendapatkan telepon serupa bertahun silam. Beliau menduga keponakannyalah yang tertangkap polisi. Sialnya, nomor ponsel sepupu saya itu tak pula bisa dihubungi.

Ibu saya sebetulnya setengah tak percaya. Beliau sempat mempersilakan penelepon untuk memproses keponakannya sebagai konsekuensi atas kesalahannya. Namun, isak tangis pemuda di ujung telepon membuat hatinya resah.

Agar ibu saya tenang, saat itu juga saya meminta bantuan kawan yang memiliki akses untuk melacak nomor ponsel. Menurut informasi yang didapatkannya, penelepon diketahui berada di Lapas Tanjung Gusta, Medan, Sumatra Utara. Tak perlu kaget mengapa warga binaan bisa mengantongi ponsel ya!

Modus yang sama masih terus digunakan sampai sekarang. Awal Maret lalu, seorang kerabat yang tinggal di Pulau Sumatra hampir saja terpedaya.

Para penipu itu sepertinya sengaja memanfaatkan faktor psikologis masyarakat yang mudah panik. Apalagi, jika mereka menelepon di pagi buta, saat orang belum sepenuhnya terjaga.  Di samping itu, sebagian orang juga cenderung melindungi keluarganya dengan segala cara, termasuk dengan menyuap aparat.

Terjerat narkoba mungkin dianggap aib yang harus ditutupi. Padahal, masalahnya tak akan selesai hanya dengan membuat anak terbebas dari kemungkinan disidang.

Masyarakat juga belum banyak yang mengetahui haknya jika tertangkap karena memakai narkoba. Kasus penipuan itu lestari juga akibat citra polisi yang kurang baik di mata masyarakat.

“Ya, orang kan takut. Nanti anaknya dipukulin di dalam tahanan. Keluarga akan kesulitan menengok atau membawakan makanan dan pakaian jika tak menyelipkan fulus,” kata seorang tetangga dengan logat Betawinya yang kental ketika menceritakan cucunya yang sedang main dengan pemakai ikut terjaring dalam penggerebekan narkoba.

Narkoba memang sudah menggurita. Siapa saja bisa menjadi korbannya. Politikus Partai Demokrat Andi Arief dan artis Sandi Tumiwa, di antaranya.

Narkoba merupakan masalah yang sangat serius. Penanganannya harus ekstra serius lantaran gurita narkoba bisa menyelinap ke kehidupan masyarakat dengan 1001 cara.

Survei terbaru Badan Narkotika Nasional mengungkapkan mayoritas (57 persen) orang menjadi pecandu setelah coba-coba berkenalan dengan narkoba. Mereka tentu harus diselamatkan sebelum terjerembab lebih dalam.

Di samping itu, polisi harus betul-betul cermat menginvestigasi agar tak salah mengenakan pasal. Apakah orang yang kedapatan membawa atau mengonsumsi narkoba sebatas pemakai atau merangkap pengedar?

Kita jelas punya banyak pekerjaan rumah soal pemberantasan narkoba. Apalagi, Indonesia telah mejadi sarang produsen sekaligus target pasar narkoba jaringan internasional.

Para bandar harus dibekuk. Mata rantai peredaran gelap narkoba mesti diputus.

Yang tak kalah penting, upaya pencegahan. Angka 57 persen yang disebut BNN tadi menjadi alarm bagi masyarakat untuk menjaga keluarganya dari godaan mencicipi barang haram tersebut.

Kesadaran masyarakat harus disentak. Laksana gurita dengan delapan lengan kuatnya, narkoba bisa membekap korbannya tanpa ampun.

Jika melihat ada orang di sekitar kita yang terjerat narkoba, bantulah dia. Beri dukungan agar ia bisa terehabilitasi secara medis dan sosial.

*) penulis adalah wartawan Republika.co.id

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement