REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pengumuman kelulusan siswa-siswi sekolah menengah pertama (SMP) dan sederajat secara serentak dilakukan pada Sabtu (1/6). Sebanyak 16.616 siswa dinyatakan tidak lulus. Secara nasional, dari 3.667.241 siswa yang mengikuti Ujian Nasional (UN) 2013, sebanyak 3.650.625 siswa dinyatakan lulus.
Para siswa yang dinyatakan lulus menyambut gembira pengumuman itu. Bila biasanya dengan melakukan aksi corat-coret seragam, kali ini aksi tersebut menurun. Sejumlah daerah mengeluarkan kebijakan dengan mewajibkan para siswanya menggunakan pakaian adat saat pengumuman kelulusan.
Di Jakarta, ratusan siswa SMPN 75 Kebon Jeruk, Jakarta Barat, serempak mengenakan pakaian adat Betawi dalam menyambut kelulusan itu. Hal yang sama juga dilakukan guru-guru. Para guru mengaku kegiatan itu merupakan kali pertama di sekolah tersebut.
Menurut Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Taufik Yudi Mulyanto, kebijakan menggunakan pakaian adat itu sesuai dengan instruksi dari Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo. “Sekolah yang melakukan pengumuman langsung maka para siswanya wajib menggunakan pakaian adat,” ujarnya sebagaimana dikutip Antara, Sabtu (1/6).
Sebelumnya, Jokowi, sapaan akrab Gubernur DKI Jakarta, mengimbau para siswa mengenakan pakaian adat saat pengumuman kelulusan dan tidak melakukan aksi corat-coret baju seragam. Ia menyarankan agar pakaian seragam mereka disumbangkan kepada rekan-rekan mereka yang membutuhkan.
Penggunaan pakaian adat juga berlaku di Surakarta. Ratusan siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri I Surakarta mengenakan pakaian adat daerah saat menunggu pengumuman kelulusan.“Siswa sebelum menerima pengumuman kelulusan, diberikan kegiatan pentas seni dengan mengenakan pakaian adat nasional. Hal ini sebagai antisipasi agar tidak melakukan coret-coret baju dan konvoi di jalanan,” kata Kepala SMPN I Surakarta Sri Suwartinah di Solo.
Salah seorang siswa menyatakan, dengan pakaian adat dan adanya pentas seni di sekolah, membuat para siswa lebih terfokus mengikuti kegiatan. “Siswa seluruhnya mengenakan pakaian adat. Mereka tidak mungkin membuat coretan pada pakaian ini,” kata Genia, siswi kelas III G SMPN 1 Surakarta.
Kepala SMPN 10 Denpasar I Ketut Sukartha menyatakan, pihaknya juga mewajibkan seluruh siswa kelas III untuk memakai pakaian adat Bali. Hal ini untuk mencegah aksi corat-coret seragam.
Sukartha menjelaskan, umumnya para siswa yang melakukan aksi corat-coret seragam itu prestasi akademiknya lebih rendah. Mereka, kata Sukartha, hanya ikut-ikutan melakukan corat-coret seragam tanpa memahami dampaknya.
Sore hari
Di Jepara, untuk mengantisipasi aksi corat-coret seragam, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan setempat meminta pihak sekolah mengumumkan jadwal kelulusan pada sore hari.“Pihak sekolah mengumumkan hasil kelulusan kepada siswa pada Sabtu sore. Itu untuk mengantisipasi aksi corat-coret,” kata Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Jepara Moh Zahid, Sabtu (1/6).
Selain membuat peraturan jam pengumuman hasil UN, para guru di setiap sekolah diimbau untuk menahan para siswanya agar tidak menggelar aksi corat-coret baju atau pawai di jalan.
Di Yogyakarta, sejumlah sekolah mengundang orang tua siswa ke sekolah untuk mengambil hasil ujian nasional putra-putrinya. “Setelah pengarahan, baru kita bagi per kelas untuk mengambil amplop berisi pengumuman kelulusan dan nilai anaknya,” ujar Kepala SMP Muhammadiyah 7 Yogyakarta Zaenal Fanani, Sabtu (1/6). n antara/c74/c10/mursalin yasland/yulianingsih ed: syahruddin el-fikri
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.