REPUBLIKA.CO.ID, SAMRONG, KAMBOJA - Bentrokan-bentrokan sengit di perbatasan Thailand-Kamboja merenggut 10 jiwa dan memaksa ribuan orang menyelamatkan diri. Bentrok terjadi sejak Perserikatan Bangsa-Bangsa menyerukan gencatan senjata pada Februari, kata sejumlah pejabat pada Sabtu (23/4)
Dari Phnom Penh, kantor berita Reuters melaporkan hari kedua pertemupran pasukan Thailand dan Kamboja pada Sabtu menewaskan sedikitnya empat tentara. Dengan demikian jumlah kematian dalam pertemuran itu menjadi 11.
Kedua negara saling melancarkan tembakan berat di perbatasan yang dipersengketakan, kawasan yang menjadi serangkaian bentrokan senjata dalam beberapa tahun terakhir. Tiga tentara Kamboja dan satu tentara Thailand tewas pada Sabtu, kata para pejabat di dua negara itu, sehari setelah tiga tentara tewas di masing-masing pihak.
Letnan Jenderal AD Thawatchai Samutsakorn mengatakan seorang tentara Thailand gugur. Satu rumah sakit setempat menyatakan 13 mengelami cedera.
Kamboja menuduh Thailand menggunakan "senjata berat 75mm dan 105mm berisi gas beracun" dan mengatakan dalam pernyataan Kementerian Pertahanan bahwa pesawat militer Thailand terbang "jauh ke dalam wilayah udara Kamboja".
Thailand membantah klaim tersebut, yang tak dapat diverifikasi secara independen. Sous Sothea, komandan lapangan Kamboja, mengatakan gas itu menyebabkan beberapa tentara yang menghirupnya merasa lemas tetapi tidak menyebabkan cedera serius. Ia juga menuduh Thailand menggunakan bom tandan.
Thailand baru-baru ini mengaku menggunakan sejenis senjata konvensional yang diperbarui dengan dua tujuan dalam pertempuran Februari tetapi menyatakan senjata itu bukan masuk kategori bom tandan. Ribuan warga desa telah dievakuasi dari kawasan-kawasan dekat pertempuran di masing-masing pihak sejak kekerasan paling akhir meletus.
Desa-desa dekat perbatasan di bagian wilayah Kamboja dikosongkan sementara warganya mengungsi dengan membawa harta milik mereka. Seperti biasa, dua negara itu menuding yang lainnya memulai bentrokan-bentrokan.
"Tiba-tiba mereka melancarkan serangan terhadap kami," kata Menteri Pertahanan Thailand Jenderal Prawit Wongsuwon kepada AFP.
"Bisa jadi mereka ingin menjadikan situasi meluas dengan menarik satu negara ketiga (untuk campur tangan). Kami tak ingin bertempur tetapi harus membalas manakala mereka melancarkan serangan terhadap kami," katanya.
Ia juga menyerukan diadakan kembali pembicaraan bilateral untuk menyelesaikan perselisihan teritorial itu. "Kami harus menekan mereka untuk kembali ke meja perundingan," tambahnya.
Ini merupakan kekerasan paling serius pertama sejak Februari ketika 10 orang tewas dalam bentrokan-bentrokan dekat kuil Hindu Preah Vihear yang berumur 900 tahun.