Selasa 03 May 2011 21:15 WIB
Osama bin Laden Tewas

Osama bin Laden dalam Penuturan Seorang Jurnalis

Peter Bergen (berjaket biru) saat bertemu dengan Osama bin Ladin (berturban putih) pada Maret 1997 silam
Foto: CNN
Peter Bergen (berjaket biru) saat bertemu dengan Osama bin Ladin (berturban putih) pada Maret 1997 silam

REPUBLIKA.CO.ID, Osama bin Ladin, memiliki tutur kata lembut namun fokus dan tajam, begitulah pandangan seorang kuli tinta yang sempat bertemu dengan pemimpin Alqaidah. Saat itu Maret 1997, sang produser CNN, Peter Bergen, menyaksikan cercaan Osama sekaligus pernyataan komitmennya melawan tirani Amerika.

Bagaimana Bergen mempresepsikan sosok Osama, berikut penuturannya seperti yang dilansir oleh Telegraph, Selasa (3/5).

"Osama telah bersedia bertemu denganmu di Afghanistan" ujar sebuah suara di ujung sana. Perjalanan saya bertemu dengan bin Laden untuk stasiun tv berita Amerika, CNN, dimulai di London Utara.

Saat itu saya berada di kawasan suburban Dollis Hills, London yang dipadati dengan penduduk imigran Arab. Mereka mendirikan banyak masjid dan sekolah Islam di sana.

Di sebuah jalan sederhana, tinggalah Khaled al Fauwas, juru bicara kelompok oposisi Arab Saudi bernama Komite Nasihat dan Reformasi. Kelompok itu didirikan oleh bin Laden.

Selama pekan pertama pertemuan kami, Khaled juga memberi saya gambaran awal sosok temannnya, mendeskripsikannya--dalam aksen yang diwarnai irama London utara--sebagai 'rendah hati, memesona dan cerdas'.

Telepon pun berderang sebulan kemudian. Tim kami menunggu di Jalalabad selama beberapa hari sebelum kami dikunjungi oleh utusan bin Laden. 'Penasihat media' itu bertanya apakah ia dapat memeriksa kamera dan peralatan sistem suara kami.

Usai melakukan survei acuh tak acuh itu ia berkata, "Kamu tak bisa membawa semua ini saat wawancara."

Bin Laden memiliki pemikiran bahwa orang asing dengan jenis perlatan elektronik apa pun berpotensi menyembunyikan piranti pelacak.

Pada hari ketika kami bertemu bin Laden, sebuah mobil van biru Volkswagen berhenti di depan hotel kami dan kami berkendara di jalan ke barat menuju Kabul. Bagitu sampai di sebuah dataran kecil kami diminta keluar mobil.

Mereka memberi kami masing-masing kaca mata dengan karton yang disisipkan di bagian lensa, membuat  mustahil untuk melihat sekitar. Kami kemudian dibawa ke gubuk berlumpur yang dilapisi selimut.

Osama bin Laden terlihat di sana beserta rombongan kecilnya, seorang penerjemah dan beberapa pengawal.

Ia adalah pria jangkung, kira-kira setinggi 1,8 meter lebih, wajahnya didominasi oleh hidungnya yang mirip paruh rajawali bengkok. Ia cenderung memiliki tampilan seperti ulama Muslim zuhud alih-alih seorang revolusioner yang sombong.

Berpakaian dalam turban, tali-temali putih dan jaket kamuflase hijau, ia duduk dengan menopang rifle Kalashnikov di sebelahnya yang tak pernah jauh dari sisinya.

Tanpa pernah sedikitpun menaikkan suara, ia mulai menuturkan perlawanan melawan ketidakadilan yang menimpa umat Muslim.

Ia memulainya dengan sebuah tembakan salvo terhadap Amerika Serikat dan negara asalnya Arab Saudi. "Masaah utama kami adalah pemerintah AS. Dengan memilih loyal terhada rezim AS, rezim Saudi ikut melakukan aksi menentang Islam."

Ia meneruskan pernyataan dengan tutur kata lembut namun dalam sikap yang fokus. Kadang sebuah senyum ambigu bermain di bibirnya. "Kami menyatakan jihad melawan pemerintah AS, karena pemerintah AS tidak adil, kriminal dan tiran."

Selama beberapa pekan sesudahnya ia menulis dan mengedit naskah untuk rubrik profil kami. Sebuah kalimat terus bergaung dalam benak saya.

Ketika ia ditanya tentang rencana di masa depan, bin Laden membalas, "Anda akan melihatnya dan mendengarnya di media. Bila Tuhan berkehendak."

Ia menjaga baik janji itu, memimpin serangan teroris paling mematikan dalam sejarah pada 11 September 2001 dan membantu plot Alqaidah dalam serangan paling mematikan dalam sejarah Inggris, pengeboman kereta api subway, London, 7 Juli 2005.

Kini ia telah mati. Mungkin kita kini dapat, paling tidak, meletakkan banyak hal pada 'perang terhadap teror'

sumber : Telegraph
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement