REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Informasi soal fasilitas komunikasi atau uang pulsa untuk anggota DPR yang kini marak dinilai merupakan pembohongan publik. Anggota dewan menegaskan tidak pernah sekalipun menerima uang pulsa. DPR mengaku selama ini, biaya untuk telepon dan pulsa selalu dibayar sendiri.
Pernyataan itu dikeluarkan sebagai tanggapan terhadap Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) yang menuding Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menghambur-hamburkan uang negara dengan cara memberi fasilitas komunikasi atau uang pulsa yang berlebihan.
Fitra menyebutkan, setiap anggota DPR diberi jatah uang pulsa Rp 14 juta per bulan atau Rp 168 juta selama setahun. Fitra juga menyatakan, anggota DPR juga dibekali tunjangan komunikasi sebesar Rp 102 juta untuk lima kali reses. Total uang rakyat yang mesti dikeluarkan untuk fasilitas komunikasi 560 anggota dewan mencapai Rp 151 miliar per tahun.
Wakil Ketua II Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR, Refrizal mengungkapkan satu-satunya anggaran komunikasi yang diberikan kepada DPR adalah anggaran komunikasi intensif. Komunikasi ini bentuknya adalah anggaran bagi anggota DPR untuk berhubungan dengan konstituen di daerah pemilihannya.
Misalnya dua bulan sekali saat reses,? kata dia kepada Republika, Kamis (12/5). Selain itu, Refrizal juga kemudian menjelaskan tudingan soal data-data Fitra mengenai pemborosan anggaran yang dilakukan oleh anggota DPR.
Misalnya, terkait anggaran reses. DPR, tidak pernah menerapkan standar untuk kunjungan kerja di masa reses bagi anggota DPR. Jadi semua anggaran untuk kunjungan kerja, biasanya diberikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan ditetakan oleh Menteri Keuangan.
"Fitra itu hanya melihat anggaran awalnya saja, tidak melihat riilnya yang terpakai berapa. Bikin fitnah saja," ujarnya