REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH - Rabithah Thaliban Aceh (RTA) menyesalkan pernyataan Amnesti Internasional yang mendesak pencabutan hukuman cambuk di provinsi ujung barat Indonesia tersebut.
"Kami menyesalkan pernyataan lembaga HAM internasional tersebut. Pernyataan itu sama saja menyudutkan umat Islam di mata dunia," kata juru bicara Pengurus Besar RTA, Tengku Mukhtar Syafari di Banda Aceh, Senin (23/5).
Sebelumnya, Amnesti Internasional yang berkantor di London, Inggris, mendesak pemerintah Indonesia mencabut hukuman cambuk bagi para terhukum pelanggaran syariat Islam karena melanggar hak asasi manusia (HAM).
Menurut Tengku Mukhtar Syafari, justru pernyataan Amnesti Internasional tersebut melanggar HAM karena membatasi kebebasan menjalankan agama sesuai keyakinan.
"Kami menduga organisasi HAM tersebut telah ditunggangi oleh pihak yang mendiskreditkan Islam. Padahal, hukuman cambuk bagi pelanggar syariat Islam bukan untuk menganiaya," katanya.
Ia mengatakan, esensi pelaksanaan syariat Islam, khususnya penerapan hukuman cambuk bukanlah pelanggaran HAM. Jika ada yang menyatakan hukuman cambuk melanggar HAM itu adalah pernyataan dari orang yang tidak paham terhadap Islam sesungguhnya.
Oleh karena itu, kata dia, Pengurus Besar RTA meminta pemerintah Indonesia tidak terpengaruh dengan pernyataan yang menyatakan hukuman cambuk merupakan pelanggaran HAM.
"Kalau pernyataan ini direspons, sama saja membiarkan campur tangan asing terhadap regulasi suatu negara. Akibatnya, kebebasan rakyat Aceh menjalankan syariat Islam telah diintervensi oleh negara asing," katanya.
Tengku Mukhtar Syafari menegaskan, rakyat Aceh menjalankan syariat Islam di negaranya sendiri untuk kemaslahatan Umat, bukan mengebiri hak-hak masyarakat dalam menjalankan keyakinannya.
"Pemberlakuan syariat Islam di Aceh justru mencegah terjadinya perjudian, rusaknya akhlak karena minuman memabukkan, maupun perzinahan yang menyebabkan penyebaran HIV/AIDS," ujarnya menegaskan.