REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Anggota Panitia Kerja (Panja) Mafia Pemilu Abdul Malik Haramain mensinyalir kasus pemalsuan dokumen Mahkamah Konstitusi (MK) terkait penentuan anggota DPR RI dari daerah pemilihan Sulawesi Selatan I adalah karena motif ekonomi.
"Meski harus dibuktikan terlebih dulu, tapi saya meyakini bahwa terjadi permainan uang di balik pemalsuan dan penggelapan surat MK," kata Malik di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (4/7).
Menurut Malik, motif ekonomi yang berakibat pemalsuan dokumen itu didapatkannya dari anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) I Gusti Putu Artha.
"Dugaan ini berawal dari informasi salah satu anggota KPU, I Gusti Putu Artha. Menurut Pak Putu, Dewi Yasin Limpo pernah minta dirinya (Putu Artha) untuk membantu mendapatkan kursi di Dapil I Sulsel dengan konsesi sejumlah uang (Putu Artha menyebut angka Rp3 miliar - red). Namun, Putu menolak dan rencana itu tidak berlanjut," cerita Malik.
Setelah ditolak, ia mencurigai permintaan Dewi selanjutnya ditawarkan ke anggota KPU lainnya. "Karena itu, untuk mengungkap dugaan ini, polisi harus lebih aktif menelusuri dugaan ini," kata Malik.
I Gusti Putu Artha dikontak melalui dua nomor telepon selulernya, 085238451xxx dan 08121023xxx. Namun kedua nomor tersebut tak bisa terhubung.
Sebelumnya, anggota Panja Mafia Pemilu dari Fraksi Golkar Nurul Arifin menyatakan hal sama. "Tak hanya bermuatan politis, tapi juga ada motif ekonomi," kata Nurul.