REPUBLIKA.CO.ID, Zaid bin Haritsah membawa panji Rasulullah dan terus maju ke tengah-tengah musuh. Ia yakin bahwa kematiannya takkan terelakkan. Tetapi mati di sini berarti syahid, di jalan Allah. Selain kemenangan, hanya ada satu pilihan, yaitu mati syahid.
Dan di sinilah Zaid bertempur mati-matian sehingga akhirnya gugur oleh tombak musuh. Saat itu juga benderanya di sambut oleh Ja'far bin Abi Thalib—sepupu Rasulullah—dari tangannya. Ja'far terus bertempur dengan membawa bendera itu. Ia terjun ke tengah-tengah musuh, menyerbu dengan mengayunkan pedangnya ke leher siapa saja yang mendekat.
Saat itu, Ja'far memegang bendera dengan kanannya. Ketika tangan ini terputus, ia memegang bendera dengan tangan kirinya. Dan tangan kiri ini pun tertebas musuh, memeluk bendera itu dengan kedua pangkal lengannya sampai ia gugur. Dikatakan bahwa yang membunuh Ja'far adalah orang Romawi yang membelah tubuhnya jadi dua bagian.
Setelah Ja'far syahid, bendera diambil oleh Abdullah bin Rawahah. Ia lalu mengambil pedangnya dan terus bertempur hingga akhirnya syahid menyusul Ja'far bin Abi Thalib dan Zaid bin Haritsah. Ketiganya menuai syahid di jalan Allah, dalam satu pertempuran.
Begitu Rasulullah mendengar berita ini, beliau sangat terharu sekali, terutama terhadap Zaid dan Ja'far. "Mereka telah diangkat kepadaku di surga—seperti mimpi orang yang sedang tidur—di atas ranjang emas. Lalu kulihat ranjang Abdullah bin Rawahah agak miring daripada ranjang kedua temannya itu," kata Rasulullah.
Para sahabat bertanya, "Kenapa begitu?"
"Yang dua orang terus maju, tapi Abdullah agak ragu-ragu. Kemudian terus maju juga," jawab Rasulullah.
Ketika Abdullah bin Rawahah gugur setelah sempat ragu-ragu, lalu tampil lagi dengan keberanian yang luar biasa. Sekali ini bendera diambil oleh Tsabit bin Arqam, yang kemudian berkata, "Saudara-saudara kaum Muslimin, mari kita mencalonkan salah seorang dari kita."
Mereka segera menjawab, "Engkau sajalah."
"Tidak, aku tidak akan mampu."
Kemudian pilihan mereka jatuh kepada Khalid bin Walid, yang menerima amanah tersebut. Ia kemudian mengambil bendera tersebut, di saat barisan pasukan Muslimin mulai centang-perenang, dan kekuatan moril yang mulai kendor.
Khalid sendiri adalah seorang jenderal ulung, penggerak militer yang jarang menemui tandingan. Ia mulai memberikan komando dan mengatur kembali barisan pasukan Islam. Ia merapkan strategi hit and run, pukul dan mundur, sambil mengulur waktu hingga petang menjelang.
Khalid berasumsi tentu pasukan musuh akan menganggap pihak lawan (Muslimin) tidak akan menyerang di malam hari. Pada saat itulah Khalid mengambil kesempatan menyusun siasat perangnya. Anak buahnya dipencar-pencar sedemikian rupa dengan jumlah yang tidak kecil, dalam suatu garis memanjang, yang dikerahkan maju dari barisan belakang.
Pagi-pagi sekali, ketika semua sudah bangun, terjadi kesibukan dan hiruk-pikuk demikian rupa yang cukup menimbulkan perasaan gentar di kalangan musuh. Pihak Romawi beranggapan bahwa bala bantuan telah didatangkan dari pihak Nabi. Kalau jumlah 3.000 orang saja pada hari pertama telah membuat repot pasukan Romawi, dan tidak sedikit pula jumlah mereka yang tewas—meskipun tak dapat mereka pastikan—konon apa lagi yang akan dapat mereka lakukan dengan adanya bala bantuan yang baru didatangkan itu.
Oleh sebab itu, pihak Romawi jadi menjauhkan diri dari serangan Khalid dan merasa gembira jika Khalid tidak sampai menyerang mereka. Tetapi sebenarnya, justru Khalid yang lebih senang. Ia dapat menarik mundur pasukannya, kembali ke Madinah, setelah mengalami pertempuran yang tidak membawa kemenangan buat pasukan Muslimin. Dan juga tidak membawa kemenangan bagi pihak lawan.