Selasa 02 Aug 2011 19:45 WIB

Bukan Tugas Mudah, Museum Israel Pamerkan Karya Seniman Muslim

Rep: Agung Sasongko/ Red: Krisman Purwoko
Museum Seam
Foto: allaboutjerusalem.com
Museum Seam

REPUBLIKA.CO.ID,JERUSSALEM--Sebuah jalan yang memisahkan Yerusalem Barat dan Timur terdapat museum yang menarik minat sekelompok seniman dari Timur Tengah untuk menunjukkan karya seninya. Berbicara soal melahirkan minat seniman Muslim, perlu usaha bertahun-tahun. 

Museum Seam, demikian nama Museum Seni ternama di Israel,  tak gentar untuk menyakinkan seniman dunia Arab guna menampilkan karya mereka. Padahal itu bukanlah tugas yang mudah. Tak sedikit seniman Timur Tengah menolak lantaran faktor emosional.

Bak kejatuhan durian, dengan lobi intensif yang dilakukan secara ilegal, Museum Seam sukses mendatangkan tujuh seniman asal Timur Tengah seperti Iran, Arab Saudi, Irak, Maroko, dan Mesir. Mereka didatangkan guna meramaikan pameran ke-28 Museum Seam.

Dua dari tujuh seniman, seorang Mesir dan Arab Saudi, merupakan seniman yang masih menetap di negeri asalnya. Sebagian menyadari sulit untuk menetap di Israel. Kendatipun mungkin, mereka akan menghadapi kendala  bila hendak kembali ke tanah air.

"Sangat jarang, seniman asal Timur Tengah yang menetap di luar neger," kata Kurator Museum sekaligus Direktur Museum Seam, Raphie Etgar, seperti dikutip dari AFP, Selasa (2/8).

Mounir Fatmi, seniman asal Maroko yang menetap di Paris mengatakan, ia sering kembali ke Tangier, untuk mengunjungi keluarganya. Menurut dia, tak sedikit sahabat yang mengkritik tindakannya memamerkan karya di Isrel.

Fatmi percaya bahwa tidak seharusnya ikatan emosional dengan bangsa Palestina menghalangi masyarakat dunia untuk melihat pekerjaannya sebagai seorang sutradara. "Saya akan terus menampilkan karya di Israel," kata dia yang sudah dua kali memamerkan karya di negara Yahudi  tersebut.

Dalam pameran terdahulu, karya Fatmi berjudul "Modern Times: Sebuah Sejarah Mesin" terinspirasi oleh Film Charlie Chaplin. Dalam karyanya, Fatmi mengemas kisah perkembangan industri film semasa Chaplin dan laju urbanisasi yang terjadi di Timur Tengah.

Karya lain dari seniman Muslim yang dipamerkan dalam Museum Saem adalah "Momen Glory", sebuah instalasi neon yang mencerminkan adanya kisah pemisahan seniman Timur dan Barat. Karya itu dibuat seorang perempuan bernama  Leila Pazooki dari Iran. Lain lagi dengan karya Ahmed Mater, berjudul "Evolusi Manusia". Ahmed coba untuk mengatakan bahaya keserakahan yang akan diterima manusia.

Namun Etgar menyayangkan ketiadaan seniman asal Palestina kendati lobi juga dilakukan. "Ketika saya mendekati dunia Islam, ia mendapatkan respon mengecewakan. Bahkan suasana lebih buruk ketika mendekati seniman Palestina," kata dia. 

Dikatakan Etgar, pihaknya berusaha untuk membawa pekerjaan mereka agar dilihat banyak orang. Dengan demikian, mereka dapat merasakan penghargaan selayaknya sekaligus menjadikan mereka matang."Harus diakui, museum punya peranan penting dalam membentuk seniman," kata dia.

Pemerintah negara-negara Islam, utama Timur Tengah secara tegas melarang seniman terlibat dalam "normalisasi" dengan Israel. Larangan itu dipertegas kembali oleh aturan lembaga kebudayaan yang menaungi para seniman. Sebagai informasi, pasar seni dunia Islam tidak seaktif Barat, terutama Israel.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement