REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Salah satu calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Aryanto Sutadi, dicecar berbagai pertanyaan seputar rekam jejaknya oleh Pansel Capim KPK, Senin (15/8) siang tadi.
Salah seorang anggota Pansel, Rhenald Kasali, meminta klarifikasinya seputar kasus Hambalang yang juga melibatkan Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, M Nazaruddin.
Kasus Hambalang merujuk kepada proyek pembangunan pusat olahraga di Desa Hambalang Bogor. Proyek itu pernah disebut Nazaruddin tanpa melalui proses tender dan kental nuansa nepotisme.
Pertanyaan itu dilontarkan oleh Guru Besar Ekonomi Universitas Indonesia itu karena kasus tersebut berkaitan dengan jabatan Aryanto sebagai Deputi V Badan Pertanahan Nasional RI.
Menanggapi pertanyaan itu, Aryanto menjawab bahwa kasus tersebut sudah ada sebelum ia menjabat Deputi V BPN RI. Ketika ditanya apakah dirinya kenal dengan Nazaruddin? Mantan polisi itu mengaku tidak kenal dengan suami Neneng tersebut, kecuali setelah media ramai membicarakannya. "Saya tahu Nazaruddin setelah melihatnya sering muncul di TV," aku Aryanto.
Rhenald juga menanyakan jumlah kekayaan yang dimiliki oleh Aryanto. Capim KPK itu menjawab bahwa harta kekayaannya tidak lebih dari lima miliar rupiah.
"Tidakkah jumlah itu terbilang gendut?" tanya Rhenald.
"Tidak, jumlah itu masih wajar," jawab Aryanto. Dari pertanyaan ini terungkap juga bahwa Aryanto memiliki sembilan buah rekening.
Pertanyaan Rhenald ini berhubungan dengan tudingan miring yang mengatakan purnawirawan polisi itu memiliki jumlah kekayaan yang tidak wajar.
Anggota Pansel lain, Saldi Isra, mempertanyakan soal keterlibatannya di PT Mitra Dana Putra Finance. "Saya merupakan konsultan perusahaan itu, dan sampai sekarang saya masih konsultan di situ," jawabnya.
Aryanto mengaku bahwa perusahaan yang dibinanya itu dulunya hanyalah perusahaan kecil. "Saya membangunnya hingga menjadi besar," tambahnya.
Saldi kemudian mempertanyakan lagi apakah sewaktu dia menjadi konsultan itu atas seizin atasannya di Polri. Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara Universitas Andalas itu juga menanyakan apakah tidak ada konflik interest antara tugasnya sebagai polisi dan "pekerjaan sampingannya" tersebut.
"Saya tidak pernah mengalami konflik interest dalam menjalankan tugas saya, oleh sebab itu saya rasa tidak perlu meminta izin dari atasan," demikian Aryanto menanggapinya.