REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Penasihat hukum Dharmawati, Farhat Abbas, menyebutkan bahwa nilai uang succes fee untuk proyek sebenarnya bernilai di atas Rp 50 Miliar atau 10 persen dari nilai proyek senilai Rp 500 Miliar. Farhat mengungkapkan Komisi Pemberantasan Korupsi memiliki rekaman yang membuktikan bahwa nilai uang tersebut melampaui nilai itu.
"Nilainya lebih dari 10%. KPK punya bukti dan rekamannya," ungkap Farhat saat dihubungi republika, Ahad (11/9), di Jakarta.
Akan tetapi, Farhat enggan mengungkapkan berapa tambahan nilai uang untuk memperlancar proyek program percepatan infrastruktur daerah transmigrasi. Farhat menjelaskan uang tersebut disetor kliennya langsung kepada Kepala Bagian Program Evaluasi Pembinaan Pembangunan Kawasan Transmigrasi (P2KT), Dadong Irbarelawan karena yang bersangkutan mengaku bahwa uang tersebut untuk Menteri Muhaimin Iskandar.
Sementara itu, Ketua Kelompok Regulasi Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan, Fitriadi, mengungkapkan mayoritas dari empat transaksi mencurigakan yang sudah ditemukan PPATK mayoritas berasal dari individu ketimbang perusahaan.
Akan tetapi, pria berkacamata ini enggan mengungkapkan prosentase dan siapa saja orang yang melakukan transaksi tersebut. Fitriadi hanya menjelaskan bahwa untuk saat ini, baru satu Laporan Hasil Analisis (LTKM yang sudah dianalisis) yang diserahkan oleh PPATK ke Komisi Pemberantasan Korupsi.
Menurutnya, LHA tersebut berisi transaksi senilai Rp 1,5 Miliar. "Ini di luar yang tertangkap tangan," ungkap Fitriadi saat dihubungi republika, Ahad (11/9).
Diberitakan sebelumnya, penyidik KPK menyita uang senilai Rp 1,5 Miliar yang disimpan dalam kardus durian. Uang tersebut diduga merupakan dana suap agar mendapatkan proyek program percepatan infrastruktur daerah transmigrasi.
Direktur Pengawasan dan Kepatuhan PPATK, Subintoro sempat menjelaskan empat transaksi PJK tersebut terdiri dari tiga bank dan satu lembaga keuangan non bank. Transaksi tertinggi untuk kasus yang melibatkan pejabat Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi itu mencapai Rp 1,5 Miliar.
Subintoro menduga bahwa harta yang didapatkan pelaku dari hasil korupsi berupa proyek pencairan dana percepatan pembangunan infrastruktur daerah (PPID) bidang transmigrasi di 19 kabupaten itu disamarkan dengan cara membeli kendaraan bermotor seperti Toyota Alphard, Toyota Harrier, Honda CRV, Toyota Innova, dan Honda Jazz.
Menurut Fitriadi, besar kemungkinan Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) dari Penyedia Jasa Keuangan bertambah seiring dengan berjalannya penyidikan KPK.
Fitriadi pun mengimbau agar lembaga keuangan baik bank dan non bank segera pro aktif untuk menyetor LTKM ke PPATK sesuai dengan Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. "Seperti Nazarudin. Awalnya kan cuma 19. Terus jadi 150an," ujarnya.