REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Polisi memperlakukan tersangka kasus surat palsu Mahkamah Konstitusi (MK), Masyhuri Hasan, berbeda dengan Zainal Arifin Hoesein, tersangka lainnya.
Masyhuri ditahan, sementara Zainal tidak. Menurut Kabareskrim Polri, Komjen Polisi Sutarman, penahanan tersebut diberlakukan karena Masyhuri melarikan diri saat pemanggilan sebagai tersangka. "Waktu dulu kita panggil, Masyhuri Hasan malah lari dan tidak kooperatif," kata Sutarman di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (29/9).
Masyhuri merupakan mantan juru panggil MK dan tersangka pertama dalam kasus surat palsu MK dan ditangkap di Bandung, Jawa Barat pada 1 Juli 2011 lalu. Rupanya, menurut Sutarman, keberadaan Masyhuri di Bandung untuk melarikan diri dari panggilan polisi sebagai tersangka.
Sementara polisi menganggap Zainal Arifin Hoesein memenuhi panggilan polisi dan kooperatif, sehingga tidak perlu dilakukan penahanan. "Zainal hadir dan kooperatif. Jadi tidak perlu ditahan karena kasus pemalsuan surat," jelas Sutarman.
Masyhuri Hasan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus surat palsu MK sebagai unsur pembuat surat palsu. Ia ditangkap pada 1 Juli 2011 dan langsung dilakukan penahanan. Ia mengirimkan surat palsu tertanggal 14 Agustus 2009 kepada mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Andi Nurpati, dan digunakan dalam sidang pleno KPU. Hingga saat ini, motif Masyhuri Hasan belum diketahui.