REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat militer Muhadjir Effendy menyebut, masalah tapal batas negara di Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur yang berbatasan dengan Serawak dan Sabah, Malaysia bukan hanya tanggung jawabnya TNI.
Permasalahan itu murni menjadi porsi pemerintah yang tak kunjung mampu menyelesaikan persoalan sengketa perbatasan. Menurut Muhadjir, Tentara Diraja Malaysia berani masuk ke wilayah Indonesia dengan alasan daerah itu merupakan wilayah Malaysia disebabkan kekuatan militer Indonesia dipandang remeh.
Karena itu, sangat mungkin terjadi pencaplokan wilayah di Dusun Tanjung Datu dan Camar Bulan yang mengakibatkan ribuan hektare tanah kita terampas. "TNI kurang punya detterent effect (daya gertak) terhadap negara tetangga, sehingga mereka berani menyerobot wilayah kita," ujar Muhadjir ketika dihubungi Republika, Selasa (11/10) pagi.
Ia menuding tata kelola pengawalan perbatasan RI dengan negara tetangga memang sangat amburadul. Termasuk dalam penempatan markas dan personelnya. Tapi, itu hanya salah satu faktor saja.
Pihaknya pernah mengusulkan kepada pimpinan Mabes TNI agar markas satuan bala bantuan pusat, seperti divisi Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad) mestinya jangan terpusat di Pulau Jawa. Lebih baik ada yang dipindah ke luar Jawa, termasuk ke Kalimantan.
Sayangnya, usul yang diajukannya tersebut belum mendapat respon dengan alasan teknis. "Tentara kita banyak berada di tengah kota, ini salah satu permasalahannya," kata rektor Universitas Muhammadiyah Malang tersebut.