REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Direktur Eksekutif Indobarometer, Muhammad Qodari menilai akan berat bagi Partai Nasional Demokrat (Nasdem) untuk maju menjadi partai besar dan memenangi pemilu mendatang. Alasannya, tak ada dalam sejarah politik Indonesia, partai baru yang muncul dan bisa langsung memenangi pemilu.
"Diperhitungkan, iya. Menang pemilu dan jadi partai besar, agak berat. Pada pemiu 1999, PDI Perjuangan bukan partai baru," katanya ketika dihubungi Republika, Jumat (11/11).
Selain itu, yang bisa membuat partai baru melonjak dramatis karena memiliki tokoh yang sangat popular. Ini yang terjadi pada Partai Demokrat pada pemilu 2004 yang memiliki Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Bahkan, kemudian bisa jadi calon presiden terkuat. Namun hanya bisa menjadi partai tengah dengan prosentase perolehan suara 7,5 persen.
Ia pun menilai Nasdem yang meskipun diperkuat Surya Paloh dan Harry Tanoesoedibjo namun belum bisa seperti Partai Demokrat dan SBY pada pemilu 2004. "Surya Paloh namanya memang muncul sebagai calon presiden, tapi dukungannya masih kecil masih di papan bawah. Harry Tanoe malah tidak dikenal. Dugaan saya berat untuk menang pemilu, paling lolos PT, itu realistis," tegas dia.
Begitu juga dengan kemampuan untuk mengajukan presiden. Menurut Qodari, semua itu tergantung perolehan suara. Namun, biasanya hal itu agak sulit kalau suaranya terbatas.
Pada 2004, SBY bisa karena syarat pengajuan presiden cuma lima persen. Ini yang kemudian membuat Prabowo Subianto tidak dapat maju ke pertarungan RI 1 karena suara Partai Gerindra hanya empat persen. "Jadi sulit bagi tokoh untuk maju menjadi calon presiden dengan perolehan suara yang terbatas," tambah dia.
Qodari menilai, Nasdem memiliki kekuatan dari sisi infrastruktur yang cukup merata. Kedua, lanjutnya, partai tersebut punya logistik yang memadai. Ketiga, ada dukungan media massa yang cukup massif. Apalagi, dengan masuknya Harry Tanoe yang merupakan pimpinan dari MNC Group.
"Tapi syarat ini cuma bisa mengantarnya lolos PT. Untuk jadi partai besar kurang dua syarat lagi. Yaitu tokoh popular dan kinerja pemerintah yang buruk. Ini yang kita tidak tahu, karena sekarang kinerja pemerintah naik turun," tandas Qodari.