REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Bentrokan yang terjadi di Desa Sodong, Kecamatan Mesuji, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) pada 21 April 2011 menewaskan tujuh orang, dua orang di antaranya warga Desa Sodong.
Polri mengakui sudah ada laporan dari warga adanya intensitas ketegasan di desa tersebut dan meminta Pamswakarsa untuk mengamankan perusahaan karena kurangnya personil polisi. "Polri tidak mampu untuk mengerahkan semua personil ke lapangan sehingga menggunakan Pamswakarsa," kata Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Saud Usman Nasution, dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (21/12).
Saud mengakui adanya laporan dari warga Desa Sodong pada 7 April 2011 mengenai adanya penambahan personil keamanan di PT Sumber Wangi Alam (SWA). Namun ia mengatakan, pengamanan itu bukan dari polisi tapi Pamswakarsa yang digunakan Polri untuk mengamankan daerah perusahaan karena minimnya anggota polisi.
Anggota Pamswakarsa ini, lanjutnya, mendapatkan pelatihan dan dididik oleh kepolisan serta dalam bertugas menggunakan seragam dengan identitas yang jelas. Anggota Pamswakarsa ini juga tetap harus mengikuti peraturan yang berlaku dan tidak diperbolehkan melakukan kesewenang-wenangan terhadap masyarakat.
"Ketentuan hukum Pamswakarsa sudah jelas dan diatur dalam undang-undang, layaknya satuan pengamanan (Satpam). Masyarakat menganggap adanya penambahan kekuatan polisi, ternyata kan hanya dari Pamswakarsa," jelas Saud.
Dua orang dari Pamswakarsa ini menjadi korban tewas dengan kepala terpenggal pada saat bentrokan dengan warga Desa Sodong. Polisi menduga pemenggalan dua orang anggota Pamswakarsa ini dilakukan delapan orang warga yang saat ini menjadi Daftar Pencarian Orang (DPO).