REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Hakim agung sekaligus Ketua Muda Pengawasan, Hatta Ali, terpilih menjadi ketua Mahkamah Agung (MA) menggantikan Harifin Andi Tumpa yang pensiun pada 1 Maret mendatang.
Hatta Ali memperoleh sebanyak 28 suara diikuti Ahmad Kamil sebanyak 15 suara. Sedangkan Abdul Kadir Mappong memperoleh empat suara, Paulus L Tulung satu suara, M Saleh tiga suara dan tiga suara tidak sah.
Profesi hakim disandang Hatta mulai 1982 atau empat tahun lebih awal jika dihitung dari status calon pegawai negara sipil. Saat itu hakim masih berada di bawah Departemen Kehakiman. Karier hakim Hatta dimulai di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara.
Dua tahun berselang, Hatta dipindahkan ke PN Sabang, Aceh. Dalam waktu lima tahun, Hatta duduk sebagai ketua pengadilan. Pada 1989, dia menjabat elaksana harian ketua PN Sabang. Setahun kemudian, Hatta dipindah ke PN Lubuk Pakam, Sumatra Utara, dan bertugas selama lima tahun.
Pada 1995, Hatta dipromosikan mejadi Wakil Ketua PN Gorontalo, Sulawesi Utara. Setahun berselang, Hatta dipromosikan menjadi ketua PN Bitung, Sulawesi Utara. Dua tahun memimpin PN Bitung, Hatta dimutasi sebagai hakim PN Jakarta Utara.
Pada 2000, lulusan sarjana hukum Universitas Airlangga ini menjabat ketua PN Manado. Tak berlangsung lama, setahun berselang, dia pindah menjadi orang nomor satu di PN Tanggerang. Pada 2003, Hatta menjadi hakim tinggi di Pengadilan Tinggi (PT) Denpasar.
Setahun kemudian, Hatta mendapat kepercayaan menjadi sekretaris ketua MA era Bagir Manan. Pada 2005, Hatta beralih jabatan di MA menjadi direktur Jenderal Badan Peradilan Umum. Dua tahun setelah itu, Hatta resmi menjadi hakim agung.
Pada 2009, lulusan doktor Universitas Padjajaran ini mendapat kepercayaan sebagai ketua Muda Pengawasan sekaligus juru Bicara MA. Pada 8 Februari 2012, Hatta menjadi orang nomor satu di MA dan berhak mengendarai mobil dinas dengan nomor polisi RI-8.