REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON— Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, AS Hillary Clinton, mengatakan pemimpin Suriah, Bashar al-Assad, layak disebut sebagai penjahat perang. "Akan ada argumen dibuat bahwa dia akan masuk ke dalam kategori itu," kata Clinton dalam sidang komite Senat, menanggapi pertanyaan dari Senator Lindsey Graham, Selasa (27/2).
Meski demikian, Clinton menggangap menggunakan label seperti itu akan membatasi pilihan agar para pemimpin mundur dari kekuasaan. Clinton tampaknya mengisyaratkan 'Solusi Yaman' terhadap Assad, dimana Assad akan menyerahkan kekuasaan kepada wakil presiden, sama seperti yang terjadi pada Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh.
Menurut sekretaris jenderal untuk urusan politik PBB, Lynn Pascoe, jumlah korban tewas dari konflik Suriah mencapai 7.500 orang. “Terdapat laporan bahwa jumlah korban tewas melebihi 100 warga sipil setiap hari, termasuk banyak wanita dan anak-anak,” katanya. Adapun Pemerintah Suriah menyatakan kehilangan 1.345 pasukan keamanan dan menyebut sebanyak 2.493 warga sipil yang tewas.
Menurut aktivis, setidaknya ada 25 orang terbunuh dalam bentrokan antara pihak oposisi dengan tentara Suriah, Selasa (28/2). Di Kota Homs saja, kelompok oposisi menyebutkan ada ratusan warga sipil terbunuh atau terluka dalam konflik yang berlangsung 24 hari ini.
Sementara di daerah Baba Amro, bagian dari Kota Homs, aktivis setempat mengatakan, warga ketakutan dan dalam situasi tanpa pasokan air bersih, makanan, dan obat-obatan. Dalam kondisi itu, fotografer berkebangsaan Inggris berhasil meloloskan diri dari Homs, tapi nasib dari reporter Perancis, Edith Bouvier, masih belum jelas.