REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Serikat Pengacara Rakyat (SPR) mendaftarkan permohonan uji materiil Pasal 7 ayat 6a Undang-Undang (UU) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negera Perubahan (APBNP) ke Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (2/4). Mewakili adalah Adi Partogi Singal Simbolong sebagai pemohon, SPR menganggap pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945.
Menurut juru bicara SPR, Habiburokhman, selain bertentangan dengan UU, Pasal 7 Ayat 6a juga memiliki kesamaan makna dengan Pasal 28 ayat (2) dan (3) UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas (Migas) yang telah dibatalkan MK 2004 silam, yang bernomor 002/PUU-I/2003. “Pasal baru ini sudah jelas menyalahi aturan yang ada,” kata dia.
Dalam permohonan tersebut, pihaknya mengaku hanya mengajukan tiga bukti, yakni salinan kartu tanda penduduk (KTP) pemohon, salinan putusan MK nomor 002/PUU-I/2003, dan dokumen perkembangan harga minyak mentah Indonesia yang dikeluarkan Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak, Direktorat Jenderal Anggaran.
Sementara untuk ahli, SPR mengajukan pakar ekonomi kerakyatan Sri Edi Swasono, ahli hukum tata negara Pandji R Hadinoto, dan ahli perminyakan Hasan Sama Assegaf. Kendati UU APBNP belum mendapat pengesahan presiden, namun, kata Habib, pasca rapat paripurna DPR RI pekan lalu, sudah memiliki dua kepastian hukum.
Yakni sudah sah dan mengikat sebagai UU. “Terlepas presiden menandatangani atau tidak,” ujarnya. Sedangkan kepastian hukum yang kedua adalah rumusan redaksional pada Pasal 7 Ayat 6a yang tidak mungkin berubah. Apalagi, sambung Habib, sudah terpublikasi di media massa.
Karena itu, pihaknya menganggap uji materiil harus segera diajukan secepat mungkin. Hal itu lantaran karena pelanggaran konstitusi adalah masalah yang serius.
“Momentum penolakan juga sedang tinggi,” kata dia.