REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Masalah Kebutuhan Hidup Layak (KHL) buruh salah satu hal yang perlu terus diperhatikan dan diperjuangkan. Masalah KHL ini harus segera dibenahi melalui revisi UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Demikian salah satu pemikiran yang berkembang dalam diskusi yang digelar Forum Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan-Minuman (FSP RTMM) saat memperingati Hari Buruh Internasional (May Day) di Jakarta, Selasa (1/5).
Diskusi FSP RTMM ini turut menghadirkan Prof. Aloysius Uwiyono (Guru Besar Hukum Perburuhan UI), Buyung Marizal SH (hakim adhoc Mahkamah Agung), dan Drs Gandhi Soegandi SH.
Sekretaris Jenderal FSP RTMM Sudarto mengatakan persoalan KHL sangat menentukan nasib hidup para buruh. Oleh sebab itu, persoalan ini harus mendapatkan perhatian serius dari seluruh stakeholder terkait.“Persoalan KHL ini perlu terus diperjuangkan demi kesejahteraan para buruh dan keluarganya ke depan,” kata Sudarto.
Prof Aloysius Uwiyono mengatakan pengaturan KHL yang tercermin dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UU Ketenagakerjaan belumlah berpihak pada kesejahteraan para buruh. Terutama, penngaturan terkait pekerja alihdaya (outsourching) seperti diatur Pasal 59 dan Pasal 66 Ayat 2a UU Ketenagakerjaan. Pasal-pasal tersebut mengebiri hak-hak pekerja dan seharusnya dihapus atau direvisi dari UU.
“Boleh dibilang, outsourching itu merupakan sistem perbudakan modern, dimana perusahaan jasa tenaga kerja mengendalikan pekerja untuk perusahaan pemakai (user), ini yang tidak menyambung,” kata Prof. Aloysius Uwiyono.
Outsourching atau alihdaya itu, kata Prof. Aloysius Uwiyono, ada dua macam, yaitu pekerjaan dan pekerja (labourmanship). Pekerjaan, misalnya, disubkontrakkan oleh agen. Sementara, alihdaya pekerja dipakai untuk pekerja dengan kondisi pekerjaan dalam waktu lama dan pekerjaan inti perusahaan bersangkutan. “Outsourching pekerja inilah yang tidak elok tetapi terus dilaksanakan,” katanya.
Pjs Ketua Umum FSP RTMM, Muhyir Hasan Hasibuan mengatakan ketidakikutsertaan serikatnya dalam aksi unjuk rasa May Day di jalanan, kemarin, lantaran memilih diskusi sebagai bentuk lain memperjuangkan hak-hak pekerja. “Kami menghormati teman-teman yang turun ke jalan dalam May Day, dan kami punya pengalaman kurang menyenangkan terhadap anggota FSP RTMM saat turun ke jalan dan lebih baik memilih diskusi,” ujarnya.