REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI — Para perajin tahu dan tempe Kota/Kabupaten Sukabumi akan menggelar mogok produksi selama tiga hari. Rencananya, aksi mogok ini dilakukan pada 1 Agustus hingga 3 Agustus mendatang.
‘’Mogok terpaksa dilakukan supaya pemerintah dan masyarakat tahu masalah perajin,’’ terang Manajer Koperasi Tahu dan Tempe Indonesia (Kopti) Sukabumi, Muhammad Badar, kepada Republika, Rabu (25/7). Pasalnya, selama ini keluhan perajin terkait kenaikan harga kedelai seakan diabaikan pemerintah.
Aksi mogok produksi, ujar Badar, merupakan kesepakatan yang dibuat antara ratuasan perajin se-Kota/Kabupaten Sukabumi. Hal ini merupakan salah satu hasil pertemuan yang digelar para perajin pada Selasa (24/7) sore lalu, di Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi.
Menurut Badar, aksi mogok produksi sengaja tidak dilakukan berbarengan dengan perajin tahu dan tempe di Jakarta. Namun, muatan tuntutan antara perajin Jakarta dan Sukabum tetap sama yakni meminta pemerintah mengendalikan harga kedelai.
Selepas menggelar mogok produksi, ujar Badar, para perajin berencana akan menaikkan harga tahu dan tempe. Kenaikan harga disesuaikan dengan lonjakan harga kedelai sekitar 40 persen dibandingkan kondisi normal.
Selain menaikkan harga, para perajin dapat mengurangi ukuran tahu dan tempe. Langkah ini terpaksa diambil untuk menghindari kerugian akibat mahalnya kedelai.
Badar mengungkapkan, kenaikan harga kedelai telah menyebabkan sebagian perajin tahu dan tempe menghentikan kegiatannya. Sebagian perajin kini telah beralih menjadi pedagang tahu dan tempe.
Lebih lanjut Badar mengungkapkan, sebagai negara agraris Indonesia seharusnya mampu memproduksi kedelai. Saat ini pasokan kedelai sekitar 80 persen berasal dari Imor terutama dari Amerika Serikat.
Oleh karenanya, kata Badar, opsi operasi pasar (OP) kedelai tidak akan bisa dijalankan. Hal tersebut disebabkan Indonesia tidak mempunyai kedelai.