REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Abdul Haris Semendawai, menilai lemahnya proses hukum dan vonis yang ringan terhadap pelaku kekerasan di Sampang Madura memicu berulangnya kekerasan di daerah itu.
Untuk itu ia menilai, peristiwa kekerasan yang terjadi 26 Agustus lalu harus dijadikan momentum agar proses penegakan hukum dapat dilakukan secara serius dan tidak mengabaikan hak-hak korban.
"Dengan ringannya vonis dan bebasnya beberapa pelaku kekerasan di Sampang (sebelumnya), kekerasan di daerah ini akan terus terulang dan hak korban mendapatkan ganti rugi akan terabaikan," katanya dalam surat elektronik yang diterima Sabtu (1/9).
Sebelumnya, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menginginkan kepolisian menangkap pelaku lapangan dan otak di balik kekerasan yang mengakibatkan tragedi Sampang. Dalam catatan hasil pemantauan di lapangan, Kontras menemukan bukti kuat adanya eskalasi kekerasan, baik yang bersifat turut serta, memotivasi sampai pelaku lapangan.
"Kami ingin menegaskan penyerangan yang dilakukan 500 orang lebih itu patut diduga merupakan upaya yang sistematis. Mereka yang terlibat bukan lagi anggota keluarga saja, tetapi juga melibatkan pihak-pihak di luar keluarga," katanya.