REPUBLIKA.CO.ID, Kedua, Riddel dan Harun memastikan bahwa Tarjuman Al-Mustafid adalah terjemahan tafsir Jalalain, hanya pada bagian tertentu saja tafsir tersebut memanfaatkan tafsir Al-Baidawi dan tafsir Al-Khanzin.
Abdul Ra’uf, menurut kedua ahli itu, cenderung memilih tafsir Jalalain. Secara emosional, Singkel memiliki runtutan sanad itu dapat ditelusuri melalui gurunya, baik Al-Qusyasyi maupun Al-Kurani.
Menurut Azyumardi Azra, Abdul Ra’uf menulis terjemahan Alquran ke dalam bahasa Melayu dalam perlindungan dan fasilitas penguasaan Aceh, ketika itu. Ia sangat yakin, karya besar itu ditulis di Aceh.
Tarjuman Mustafid karya Abdul Ra’uf merupakan salah satu petunjuk besar dalam sejarah keilmuan Islam, khususnya tafsir di tanah Melayu.
Penerjemahan generasi kedua di Indonesia muncul pada pertengahan tahun 60-an. Baru di awal abad ke-20 M, sejumlah karya-karya terjemahan Alquran lengkap dengan tafsirnya dibuat.
Di antara karya-karya tersebut adalah “Al-Furqan” oleh A Hassan dari Bandung (1928), “Tafsir Hidayatur Rahman” oleh KH Munawar Chalil, “Tafsir Qur'an Indonesia” oleh Mahmud Yunus (1935), “Tafsir Al-Qur'an” oleh H Zainuddin Hamid cs (1959), “Tafsir Al-Qur'anil Hakim” oleh HM Kasim Bakry cs (1960).
Munculnya terjemah atau tafsir lengkap, menandai lahirnya generasi ketiga pada tahun 70-an. tafsir generasi ini biasanya memberi pengantar metodologis serta indeks yang akan lebih memperluas wacana masing-masing.
“Tafsir An-Nur/Al-Bayan” (Hasbi Ash-Shiddieqi, 1966), “Tafsir Al-Azhar” (Hamka, 1973), “Tafsir Al-Quranul Karim” (Halim Hasan cs, 1955) dianggap mewakili generasi ketiga.