REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Rancangan Undang-Undang Mahkamah Agung (RUU MA) yang kini tengah dibahas parlemen terus menuai kritikan, terutama pada persoalan pengkriminalisasian hukum terhadap hakim. Lantaran terdapat pasal yang memuat ancaman sanksi penjara dan denda.
Dalam berkas RUU MA, Pasal 98 menyatakan bahwa 'Hakim yang melanggar ketentuan Pasal 56 ayat (2) junto Pasal 95 junto Pasal 96, junto Pasal 97, dapat dipidana dengan hukuman penjara paling lama 10 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 10 miliar.
Ancaman tersebut dapat menjerat hakim agung apabila melanggar pasal 97, yakni memuat putusan yang melanggar UU dan membuat putusan yang menimbulkan keonaran dan kerusakan serta mengakibatkan kerusuhan atau huru-hara.
Ketua Muda Pidana Khusus Mahkamah Agung, Djoko Sarwoko, menganggap pencantuman sanksi mengada-ada. Bahkan penerapan sanksi pidana penjara dan denda kepada hakim agung jika benar disahkan menjadi UU dapat merusak negara. "Rusak negara kalau aturan itu berlaku," ujarnya kepada Republika, Kamis (20/9).
Dalam upaya 'perlawanan', pihaknya bersama Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) telah melayangkan surat kepada pemerintah. Surat tersebut meminta pemerintah untuk menelaah kembali pemberlakuan aturan yang mengkriminalisasikan hakim