REPUBLIKA.CO.ID, Kedua tangan Firman Yogi (36) menutupi wajahnya saat ia duduk di sebuah kursi berkerangka kayu di ruang penyidik Subdirektorat II Psikotropika Bareskrim Polri, Rabu (31/10).
Dia enggan menunjukkan wajahnya di hadapan kamera yang menyorotnya. "Jangan," ujar bapak satu anak ini. Dia terus menggelengkan kepala, karena menyesali perbuatannya.
Pada Senin (30/1) malam pukul 19.00 WIB, dia ditangkap aparat kepolisian, karena membawa dua kilogram sabu siap edar dalam bungkusan plastik yang dibungkus tas hitam.
Saat berjalan membawa tas itu, tiba-tiba dia dicegat aparat Polri yang menodongkan senjata api FN. "Angkat tangan!" tutur Firman menirukan teriakan aparat berseragam sipil yang menangkapnya.
Dirinya tercengang. Mata melotot. Kedua tangan langsung diangkatnya. Aparat langsung menggeledahnya. Tas dibuka. Sabu berbungkus plastik bening terikat ditemukan.
Kerah belakang kemeja putih yang dikenakannya diangkat aparat. Kedua tangan langsung diborgol. Penangkapan dilakukan saat dirinya tiba di parkiran Hotel Fiducia, Jl Otista, Jakarta Timur.
"Saya tidak tahu kalau tas itu berisi sabu," ujar Firman menepis anggapan dirinya sebagai kurir sabu. Dia mengaku hanya disuruh teman sekolahnya pada 1995 lalu, Dahlan, untuk mendatangi sebuah toko roti di Jl Otista.
Pada Senin itu dia berada di rumahnya, sekitar Depok, Jawa Barat. Dahlan tiba-tiba menghubunginya pada siang hari. "Kamu kerja apa sekarang?" tanya Dahlan seperti dituturkannya. Kemudian dijawab saat ini dirinya menganggur.
Firman sempat bekerja sebagai buruh bongkar muat barang di sebuah ekspedisi sekitar Tangerang. Namun, dia meninggalkan pekerjaan itu, karena upah yang kecil diterimanya setiap bulan.
Sudah sejak tiga bulan lalu dia berhenti bekerja. Dia menghidupi seorang putra yang enggan disebutkan namanya dengan bantuan kiriman uang dari orang tuanya di Banda Aceh. Sekitar Rp 2 juta dia dapat kiriman dari orang tuanya setiap bulan. Uang dipakai untuk biaya makan, sewa kontrakan, dan membayar biaya sekolah anaknya yang duduk di bangku SMP.