REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan permohonan Pemohon soal pokok permohonan pengujian Pasal 30 ayat (1) huruf d UU nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan yang diajukan oleh Djailudin Kaisupy tidak bisa diterima karena sudah "ne bis in idem" (perkara sudah diputus sebelumnya).
'Pokok permohonan Pemohon 'ne bis in idem','' kata Ketua Majelis Hakim Mahfud MD, saat membacakan putusan di gedung MK, Jakarta, Kamis, (3/1). ''Dengan demikian, MK menyatakan memutuskan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,'' tegas Mahfud.
Dasar pertimbangan MK, lanjutnya, dalam ketentuan Pasal 42 ayat (1) Peraturan MK Nomor 06/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara Dalam Perkara Pengujian Undang-Undang yang menyatakan. ''Terhadap materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dalam UU yang telah diuji, tidak dapat dimohonkan pengujian kembali,'' terang Mahfud.
Dalam pokok permohonannya, Djailudin pada pokoknya mempersoalkan konstitusionalitas: Pasal 30 ayat (1) huruf d UU 16/2004 yang menyatakan, "Di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang d. melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang".
Saat membacakan pertimbangan, Hakim Konstitusi Fadlil Sumadi menyatakan, meskipun petitum dalam permohonan a quo berbeda dengan Perkara Nomor 16/PUU-X/2012, namun menurut Mahkamah, esensi permohonan Pemohon---yang pada pokoknya mempersoalkan konstitusionalitas kewenangan jaksa sebagai penyidik---adalah sama dengan permohonan Pemohon yang telah diputus oleh Mahkamah dengan Putusan Nomor 16/PUU-X/2012, bertanggal 23 Oktober 2012.
''Permohonan tersebut setelah diperiksa secara saksama ternyata tidak didasarkan pada syarat-syarat konstitusionalitas alasan yang berbeda dari permohonan Nomor 16/PUU-X/2012,'' ujar Fadlil yang menambahkan, alasan-alasan permohonan Pemohon telah pula dipertimbangkan dalam Putusan Perkara Nomor 16/PUU-X/2012, sehingga permohonan Pemohon "ne bis in idem".
Seperti diketahui, Djailudin Kaisupy, pegawai negeri sipil (PNS) pada Pemerintah Daerah Kabupaten Seram Bagian Barat, yang saat ini ditetapkan menjadi tersangka oleh Kejaksaan Tinggi Maluku menguji UU Kejaksaan.
Menurut Djailudin dalam permohonannya, Pasal 30 ayat (1) huruf d dan penjelasannya UU Kejaksaan menimbulkan ketidakpastian hukum karena tidak memberikan penjelasan tentang kedudukan jaksa selaku penuntut umum, akan tetapi memberikan kejelasan tentang kedudukan jaksa selaku penyidik.