REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membubarkan Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) ternyata tidak serta merta ditaati pimpinan legislatif dan eksekutif di kota Surabaya. Keputusan MK itu pun ditolak Walikota Surabaya Tri Rismaharini.
Usai rapat paripurna di DPRD kota Surabaya, Wali kota Surabaya Tri Rismaharini mengungkapkan keheranannya terkait putusan MK yang mengharuskan RSBI dibubarkan. Ia pun bersikeras bahwa keputusan MK tersebut tidak akan berpengaruh dengan pelaksanaan RSBI yang telah berjalan di Surabaya.
"Di Surabaya RSBI tetap berjalan dan kita tidak terpengaruh keputusan MK," kata Risma kepada wartawan di gedung DPRD kota Surabaya, Rabu (9/1).
Risma menilai apa yang dicermati MK terkait kasus penyelewengan RSBI di beberapa wilayah di Indonesia tersebut, tidak bisa menjadi gambaran bagi buruknya sistem RSBI. Terlebih Risma meyakini bahwa pelaksanaan RSBI di Surabaya tidak terjadi penyimpangan dan tidak ada pemungutan biaya liar (Pungli).
Untuk itu, Risma masih akan menunggu keputusan dari pemerintah pusat dan Kementerian Pendidikan atas keputusan MK ini. Karena bagaimanapun, menurut dia, keputusan akhir nantinya akan dikeluarkan oleh pemerintah pusat dan Kementerian Pendidikan. "Kita tunggu pusat bagaimana," ungkap Risma.
Selain Walikota Surabaya, anggota DPRD Komisi D kota Surabaya Baktiono pun mengungkapkan hal yang serupa. Menurut Baktiono alasan MK membubarkan RSBI karena kesenjangan sosial dan ajang mencari untung pihak sekolah terlalu digeneralisasi.
Karena ia menilai kasus tersebut tidak terjadi di Surabaya. Jadi, Baktiono meminta keputusan itu untuk ditinjau ulang keobyektifannya. Termasuk melihat keberhasilan RSBI yang ada di beberapa daerah termasuk di Surabaya.
"Kalau di Surabaya tidak ada kasus pemungutan biaya seperti itu dan pelaksanaannya pun sesuai undang-undang," kata Baktion.
Keputusan pembubaran RSBI ini setelah munculnya keputusan MK yang menilai pelaksanaan RSBI selama ini cenderung diskriminatif. Pelaksanaan RSBI mengakibatkan hanya siswa dari kalangan kaya yang mampu mengenyam pendidikan ketimbang siswa dari kalangan miskin.