REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank-bank syariah tidak khawatir atas aturan baru Finance to Value (FTV) bagi pembiayaan pemilikan rumah. Padahal dalam aturan baru tersebut, Bank Indonesia (BI) mewajibkan FTV tertinggi 70 persen untuk pembiayaan pemilikan rumah tipe lebih dari 70 meter persegi.
Salah satu bank yang tidak cemas dengan aturan FTV tersebut adalah BNI Syariah. Terbukti, di 2013 ini, BNI Syariah masih tetap menjadikan KPR sebagai produk unggulan. "Selain Murabahah Emas, Griya iB tetap jadi produk unggulan," ujar Direktur Utama BNI Syariah, Dinno Indiano, kepada Republika, Jumat (28/1).
Berdasarkan kinerja BNI Syariah 2012, produk Griya iB mencatat hasil terbanyak dari pembiayaan konsumtif. "Tumbuh 53 persen menjadi Rp 3,302 triliun dari Rp 2,146 triliun di Desember 2011," ucapnya.
Produk ini bahkan dijadikan BNI Syariah untuk menggenjot pembiayaan di 2013 selain melalui layanan mikro. Dinno tidak keberatan akan adanya aturan FTV tersebut. "Kalau alasannya karena ada penggelembungan di konsumtif, setuju saja," katanya.
Menurutnya, BNI Syariah banyak menyasar rumah pertama (first house). Umumnya masyarakat siap mengeluarkan dana besar untuk membeli rumah pertamanya. Untuk itu, BNI Syariah optimis mengejar target bisnis pembiayaan 2013.
"90 persen di first house dengan harga Rp 300 juta hingga Rp. 400 juta, artinya bukan spekulan," ucap Dinno.
BNI Syariah optimistis (KPR) tumbuh 20 hingga 30 persen. Aturan FTV yang berpengaruh pada besaran minimal down payment atau uang muka KPR diyakini tidak akan berpengaruh pada target perusahaan.
Apalagi, permintaan akan hunian di Indonesia masih tinggi. Berdasarkan data Perumnas, backlog perumahan di Indonesia mencapai 500 ribu unit rumah.