Jumat 08 Feb 2013 21:31 WIB

Pemerintah Dinilai Perlu Evaluasi Kuota Impor Sapi

  Pedagang daging melayani pembeli daging sapi di Pasar Tebet, Jakarta Selatan, Senin (4/2).   (Republika/Wihdan Hidayat)
Pedagang daging melayani pembeli daging sapi di Pasar Tebet, Jakarta Selatan, Senin (4/2). (Republika/Wihdan Hidayat)

REPUBLIKA.CO.ID,  YOGYAKARTA -- Permerintah perlu mengevaluasi dan menetapkan kuota impor sapi dan daging sapi setiap triwulan pada tahun berjalan dengan melibatkan pihak terkait, kata Dekan Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Prof Ali Agus.

"Pemerintah harus menemukan titik keseimbangan ideal antara suplai dan permintaan daging sapi untuk mengatasi tingginya harga daging sapi yang mencapai lebih dari Rp 90 ribu per kilogram," katanya di Yogyakarta, Jumat (8/2).

Menurut dia, pemerintah perlu duduk bersama para pemangku kepentingan terkait daging sapi seperti pengusaha, pedagang, peneliti, akademisi, dan peternak untuk merumuskan dan menentukan kembali titik keseimbangan suplai dan permintaan daging sapi di dalam negeri dengan dilandasi semangat kejujuran dan keterbukaan.

"Melambungnya harga daging sapi disebabkan tidak seimbangnya antara suplai dan permintaan daging sapi. Hal itu terjadi karena menurut saya ada asumsi yang tidak akurat terhadap prediksi potensi produksi daging sapi dalam negeri sehingga "over estimate" atau terlalu rendahnya kuota impor atau kedua asumsi tersebut tidak akurat," katanya.

Ia mengatakan fakta yang ada adalah mencari sapi lokal tidak mudah dan tidak ada stok yang siap untuk dipotong dan harganya juga tinggi. Dalam hal ini pemerintah telah gagal dalam berperan menjaga dan mengatur keseimbangan suplai dan permintaan daging sapi.

Selain itu, mayoritas atau sekitar 90 persen ternak sapi dipelihara oleh para peternak rakyat dengan modus usaha sambilan, sehingga sapi dijual ketika peternak membutuhkan uang. Jika mereka tidak membutuhkan uang, sapi tidak akan dijual.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement