REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Yayasan Perlindungan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI), Marius Widjajarta menilai salah satu penyebab kematian balita bernama Dera Nur Anggraini yakni buruknya sistem jaminan kesehatan melalui Kartu Jakarta Sehat (KJS) yang diterbitkan Gubernur DKI Jakarta.
Menurut Marius, dari sisi perlindungan konsumen, penerbitan kartu tersebut dilakukan secara serentak tanpa melihat kesiapan rumah sakit dan aparatur kesehatan setempat.
"Pak Jokowi menerbitkan KJS itu untuk merealisasikan janjinya. Dia menerbitkan secara serentak untuk si kaya maupun si miskin, untuk tujuan sangat mulia. Tapi dia tidak melihat dulu kesiapan rumah sakit dan aparatur petugas kesehatan seperti apa," beber Marius saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (19/2).
Pernyataan Marius tersebut menanggapi kematian Dera Nur Anggraini yakni bayi yang lahir secara prematur. Dera meninggal dunia setelah sepekan berjuang melawan penyakitnya yaitu gangguan pernapasan karena ada kelainan pada kerongkongan.
Bayi tersebut ditengarai terlambat mendapatkan perawatan dari rumah sakit. Menurut Eliyas Setya Nugroho, ayah Dera, ia telah berupaya merujuk Dera ke rumah sakit lain, namun beberapa rumah sakit di Jakarta menolak dengan alasan 'penuh'. Dera yang lahir kembar akhirnya meninggal pada Sabtu (16/2) di Rumah Sakit Zahira tempat ia dilahirkan.
Marius menilai bisa jadi akibat kartu sehat yang diterbitkan pemda DKI Jakarta, masyarakat kemudian berbondong-bondong ke rumah sakit besar dan menyebabkan rumah sakit menjadi penuh. Dia mengatakan program pemda DKI ini seperti membuka keran tanpa melihat kondisi penampungannya.
"Saya sangat mendukung pak Jokowi dan pak Ahok untuk menerbitkan kartu sehat untuk tujuan mulia. Tapi tolong lihat dulu kesiapan di lapangan seperti apa, dan tolong diperhatikan bahwa mulai 2014 kita kan sudah ada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang menjamin kesehatan masyarakat secara nasional," kata dia mengingatkan.
Dia mengimbau penerbitan KJS dievalusasi kembali. Dia juga meminta para calon pemimpin daerah yang lain tidak lagi mengiming-imingi kartu jaminan kesehatan serupa tanpa melihat kesiapan rumah sakit.
"Para calon Gubernur Jawa Barat juga kan sama saja mengiming-imingi kartu serupa. Padahal 2014 mau diberlakukan BPJS, jadi untuk apa," kata dia.
Sebelumnya Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama menyikapi kasus kematian Dera dengan mengimbau agar seluruh rumah sakit di Jakarta segera menerapkan sistem dalam jaringan ('online').
"Sistem 'online' ini fungsinya adalah untuk mengetahui rumah sakit mana saja yang masih kosong, khususnya untuk ruang rawat inap kelas III," kata Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama di Balai Kota, Jakarta Pusat, Senin (18/2) kemarin.
Selain itu, dia mengungkapkan dengan diterapkannya sistem dalam jaringan, maka masyarakat juga dapat dengan mudah mengetahui rumah sakit mana yang paling mudah dijangkau dari tempat tinggal mereka.
"Jadi, kalau sakit, warga pemilik Kartu Jakarta Sehat (KJS) bisa berobat di rumah sakit yang terdekat dengan rumah mereka. Tidak perlu jauh-jauh mencapai rumah sakit tertentu," ujarnya.
Melalui sistem dalam jaringan, menurut dia, ketika ruang rawat inap di suatu rumah sakit sudah penuh terisi, rumah sakit tersebut dapat membantu pasien dengan cara memberikan referensi rumah sakit yang lain.
"Kalau kita lihat yang terjadi saat ini justru antar rumah sakit saling mengoper pasien. Pasien harus mendatangi banyak rumah sakit agar bisa dirawat inap. Hal ini yang ingin kita perbaiki," katanya.
Oleh karena itu, ia meminta agar sistem "online" segera diterapkan di rumah sakit, sehingga masyarakat mendapatkan layanan kesehatan yang optimal dan memuaskan. Basuki menambahkan dalam program Kartu Jakarta Sehat (KJS) tahun ini anggarannya telah ditambah, sehingga jumlahnya menjadi Rp 1,2 triliun.
Selain itu, dalam program tersebut, Pemprov DKI juga menjalin kerja sama dengan 85 RS yang tersebar di seluruh wilayah ibu kota.