Rabu 27 Feb 2013 21:27 WIB

Dirut PT Indoguna Utama: Saya Enggak Mungkin Jadi Tersangka

Rep: Bilal Ramadhan/ Red: Citra Listya Rini
Kantor PT Indoguna Utama di Jalan Taruna no 8, Pondok Bambu, Jakarta Timur
Foto: Dessy Suciati Saputri/Republika
Kantor PT Indoguna Utama di Jalan Taruna no 8, Pondok Bambu, Jakarta Timur

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama PT Indoguna Utama Maria Elizabeth Liman menjadi salah satu saksi yang diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan suap pengaturan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian (Kementan). Namun, ia membantah terlibat, bahkan optimistis tidak mungkin menjadi tersangka dalam kasus suap itu.

"Enggak mungkin saya jadi tersangka," kata Maria Elizabeth Liman yang ditemui usai pemeriksaan di KPK, Jakarta, Rabu (27/2).

Elizabeth selesai pemeriksaan dan keluar dari gedung KPK pada pukul 17.05 WIB. Ia diperiksa penyidik sekitar tujuh jam. Saat ditanyai para wartawan terkait pengaturan kuota impor daging sapi, ia langsung membantahnya.

Mengenai pertemuan di Hotel Aryaduta Medan pada 11 Januari 2013, Elizabeth juga membantah adanya pertemuan tersebut. Ia juga membantah memiliki peran dalam pemberian suap dari dua Direktur PT Indoguna Utama, Juard Effendi dan Arya Abdi Effendi kepada Luthfi Hasan Ishaaq melalui Ahmad Fathanah.

"Enggak ada, enggak ada," kilah Elizabeth sambil mengibaskan tangannya ke arah para wartawan.

Sebelumnya, penyidik KPK mencecar terkait pertemuan di Medan saat melakukan pemeriksaan terhadap Luthfi Hasan Ishaaq sebagai tersangka. Dalam pertemuan tersebut, selain Luthfi, ada Menteri Pertanian Suswono, Ahmad Fathanah, Maria Elizabeth Liman dan mantan Ketua Umum Asosiasi Benih Indonesia (Asbenindo), Elda Devianne Adiningrat.

Dari informasi yang diperoleh Republika, KPK menduga pertemuan di Medan itu merupakan 'negosiasi' awal untuk menambah kuota impor daging sapi untuk PT Indoguna Utama, perusahaan importir daging sapi terbesar.

Hingga terjadinya suap yang diberikan Juard Effendi dan Arya Abdi Effendi kepada Luthfi Hasan Ishaaq sebesar Rp 1 miliar.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement