REPUBLIKA.CO.ID, LANGSA -- Sebanyak 63 imigran gelap dari etnis Rohingya yang terdampar di Kuala Idi, Kabupaten Aceh Timur, mengaku takut kembali ke negaranya. Mereka berharap Komisi Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi (UNHCR) membantu mereka.
"Kami tidak berani pulang ke Myanmar, rumah kami telah dibakar dan banyak saudara kami yang dibunuh. Kami mohon jangan pulangkan kami dan UNHCR hendaknya membantu kami," kata salah seorang imigran etnis Rohingya Abdul Hakim (52) di Kota Langsa, Provinsi Nanggroe Aceh Darusallam, Sabtu (2/3).
Abdul Hakim yang dapat berkomunikasi dengan bahasa Melayu mengatakan bersama 62 warga lainnya selama 23 hari terapung-apung di atas kapal kayu tanpa mesin berukuran 15x3 meter sebelum terdampar di Kuala Idi Kabupaten Aceh Timur.
Abdul Hakim mengatakan ia bersama rekan-rekannya berangkat dari EKB Myanmar dengan tujuan Malaysia, namun dalam perjalanan mereka dihadang kapal patroli. "Mesin kapal dibuang, stok makanan kami juga dirampas dan diceburkan ke laut," katanya.
Kemudian pada Kamis (28/2) sekitar 100 mil dari Kuala Idi mereka ditolong oleh nelayan Aceh yang kemudian ditarik ke daratan.
Kapolres Aceh Timur AKBP Muhajir menyebutkan ke-63 warga etnis Rohingya terdiri atas 14 orang anak-anak di bawah umur tujuh tahun, sembilan orang dibawah 17 tahun, 10 orang perempuan dan 30 orang laki-laki dewasa.
Menurutnya para pengungsi asal Myanmar itu ditemukan terobang-ambing di tengah laut sekitar 16.30 WIB. "Saat ini seluruh pengungsi asal Myanmar itu sudah ditangani pihak terkait dan ditempatkan di SKB Kota Langsa" kata Kapolres.