REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia, Andi Hamzah menilai usulan pasal santet tidak perlu diatur dalam rancangan Kitab Umum Hukum Pidana (KUHP).
"Karena sulit pembuktiannya, maka harusnya tidak usah diatur," tutur Andi di Jakarta, Sabtu (23/3).
Menurut Andi persoalan santet tidak bisa dipecahkan dengan ilmu pengetahuan. Urusan santet menyantet juga berkaitan dengan masalah kepercayaan. Namun, karena pasal tersebut diusulkan bisa diartikan beberapa pihak memang mempercayai, santet menimbulkan akibat yang bisa merugikan masyarakat.
Perdebatan yang timbul baik dari kalangan masyarakat maupun anggota dewan, menurutnya membuktikan pasal itu tidak diperlukan. Persepsi terhadap pasal itu dinilainya salah. Karena usulan pasal itu sebetulnya bukan membahas masalah santet menyantet.
Andi berpendapat pasal itu sebenarnya sudah diajukan sejak 1992. Saat itu, ditujukan untuk melindungi masyarakat agar tidak ditipu orang yang mengaku bisa melakukan santet. Karenanya, Andi menyindir sikap anggota DPR yang terlalu berlebihan membahas pasal itu, sampai merencanakan studi banding ke luar negeri.
"Tidak perlu ada ahli, ini kan delik formil. Saya bingung juga ini," kata dia.