REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesian Corruption Watch (ICW) menyatakan kinerja Kejaksaan Agung harus dievaluasi terkait dikeluarkannya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kasus Gubernur Kalimantan Timur Awang Farouk, dalam dugaan korupsi divestasi saham PT Kaltim Prima Coal.
"Kinerja kejaksaan sebaiknya harus dievaluasi," kata anggota Badan Pekerja ICW, Emerson F Yuntho di Jakarta, Kamis.
Emerson Yuntho menegaskan, SP3 kasus itu merupakan suatu hal yang mengecewakan. Terlebih lagi, Kejagung berargumentasi bahwa tidak cukup alat bukti dalam kasus orang nomor satu di Kaltim tersebut. Alasan itu, kata dia, benar-benar tidak masuk akal karena kasus tersebut sudah bergulir dan beberapa terdakwa sudah divonis di pengadilan.
"Kalau seperti ini, menjadikan upaya pemberantasan korupsi di daerah menjadi 'berjalan di tempat' dan bahkan mundur," katanya.
Seharusnya, ia menambahkan, kejaksaan melimpahkan kasus Awang Farouk itu ke pengadilan dan biarkan pengadilan yang memutuskan apakah Awang itu bersalah atau tidak bersalah.
"Karena itu, kinerja kejaksaan harus dievaluasi kembali," tegasnya.
Sebelumnya, LSM Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia akan mendaftarkan gugatan praperadilan terhadap Jaksa Agung Basrief Arief terkait dikeluarkannya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) Gubernur Kalimantan Timur, Awang Farouk Ishak pada akhir Juni 2013 mendatang.
"Yang jelas kami akan daftarkan gugatan praperadilan itu pada akhir Juni 2013 mendatang," kata Koordinator LSM MAKI, Boyamin Saiman.