REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat perpajakan dari Tax Center Universitas Indonesia (UI) Danny Septriadi menilai potensi pajak dari sektor properti relatif besar. Terlebih lagi dalam empat tahun terakhir, harga properti cenderung tidak terkendali dan melonjak tinggi.
Danny mengatakan, berdasarkan aturan saat ini, pengenaan pajak terhadap properti belum dikenakan berdasarkan harga tertinggi. "Masih menggunakan NJOP dan ini dimanfaatkan wajib pajak saat bertransaksi," kata Danny kepada ROL, Selasa (25/6).
Ia menjelaskan pembelian properti seharusnya menggunakan akta jual beli. Namun pada prakteknya, wajib pajak kerap memanfaatkan perjanjian sementara jual beli (PSJB) sehingga ada kekosongan waktu yang dimanfaatkan wajib pajak.
Danny menambahkan properti di Indonesia saat ini telah menjadi alat investasi yang digunakan investor untuk berspekulasi. Di negara lain, apabila harga properti melonjak tidak rasional, pengenaan pajak ditinggikan untuk mencegah terjadinya bubble. "Jadi, penerimaan pajak hanya efek samping. Intinya untuk mencegah spekulasi oleh para investor," ujarnya.