Jumat 26 Jul 2013 19:58 WIB

Pendekatan KB di Papua Tetap Bisa Dilakukan

Rep: Andi Nur Aminah/ Red: Djibril Muhammad
Keluarga Berencana. Ilustrasi
Foto: .
Keluarga Berencana. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pendekatan terhadap wilayah yang menolak program Keluarga Berencana (KB) masih bisa dilakukan, namun dengan cara-cara yang rasional.

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Fasli Jalal menilai daerah yang menolak KB, seperti Kabupaten Lanny Jaya, Papua, argumennya masih bisa diterima.

Seperti diberitakan sebelumnya, Bupati Lanny Jaya, Papua, Befa Yigibalom, dengan tegas menolak program Keluarga Berenca (KB) di wilayahya dengan alasan penduduk di wilayah tersebut justru berkurang karena banyak yang meninggal akibat penyakit, salah satunya HIV/AIDS.

Sang bupati bahkan mewajibkan setiap warganya untuk melahirkan anak. Menanggapi hal itu, Fasli mengatakan, BKKBN tidak dalam posisi memaksa.

BKKBN menurut dia, akan memberikan opsi dan membantu warga dan pemerintah di wilayah tersebut untuk menentukan pilihan-pilihan.

"Kita akan terus lakukan pendekatan, salah satunya dengan menanyakan keluarga seperti apa yang mereka inginkan," ujar Fasli, dalam acara buka puasa bersama wartawan di Jakarta, Kamis (25/7).

Lebih lanjut, Fasli mengatakan, masyarakat Papua harus diberikan pengertian tentang umur dan berapa kali perempuan sebaiknya melahirkan.

Masyarakat perlu diberikan pengertian, apa yang akan terjadi di dalam rahim, bagaimana proses melahirkan, janin butuh sirkulasi darah untuk makanan dan sebagainya, juga segala kecemasan psikologis ibu muda.

Menurut dia, jika ingin putra putri Papua menjadi generasi yang berkualitas, usia ibu dan jarak kelahirannya perlu diperhatikan. Yang diharapkan tentu saja generasi berkualitas yang nantinya tidak menjadi beban.

Fasli mengatakan, jika umur muda melahirkan, dalam jumlah banyak, risiko kematian ibunya akan sangat besar. Angka kematian ibu di Indonesia saat ini, kata Fasli adalah hal yang cukup memalukan.

Jika membandingkan dengan Singapura yang angka kematian ibu melahirkannya di bawah 10, dan Malaysia 8, Indonesia masih 228 orang per 100 ribu kelahiran pada 2007 lalu. "Jangan-jangan hasil terbaru ini tidak terlalu menggembirakan," ujarnya.

Intinya, kata Fasli, kebijakan KB di daerah akan disesuaikan dengan kondisi daerah tersebut. Program wajib melahirkan anak, yang diminta khusus dicanangkan di Tanah Papua saja oleh Bupati Lanny Jaya, juga ditolak Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi. 

Nafsiah mengatakan, kalau tidak ada KB dan ibu melahirkan setiap tahun, angka kelahiran akan tinggi dan anak yang dilahirkan tidak sehat. Dia mengatakan, yang diinginkan Bupati Lanny Jaya tentu bukan banyak anak untuk mengisi tanah Papua, tapi banyak anak yang bermutu dan berkualitas.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement