REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Inspektur Jenderal Polisi Djoko Susilo mencurahkan isi hatinya saat membacakan nota pembelaan (pledoi). Ia tidak menyangka akan menjadi pesakitan dalam kasus dugaan korupsi pengadaan simulator SIM dan tindak pidana pencucian uang.
Jaksa penuntut umum menilai Djoko bersalah. Jenderal bintang dua itu dituntut pidana penjara 18 tahun. Djoko juga diminta untuk membayar denda Rp 1 miliar subsidair satu tahun kurungan. Selain itu, ia harus membayar uang pengganti senilai Rp 32 miliar.
"Kondisi saya saat ini sudah berubah total. From zero to hero," kata Djoko di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa (27/8).
Sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam proyek simulator SIM, Djoko merasa tidak melakukan kesalahan. Ia menyangkal telah memerintahkan atau mengintervensi panitia pengadaan untuk memenangkan PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (PT CMMA).
Djoko juga mengklaim tidak mengetahui telah terjadinya rekayasa dalam proses lelang dan adanya penggelembungan harga. Meskipun, ia mengakui satu kelalaian karena tidak memeriksa secara rinci laporan penyerapan anggaran dalam proyek simulator SIM itu.
Djoko mengaku terpukul ketika tersandung masalah hukum dalam proyek pengadaan itu. Ia bahkan membayangkan kiamat sudah datang untuknya ketika terseret dalam pusara kasus korupsi.
Padahal sebagai perwira kepolisian, ia mengklaim mendukung upaya penegakan hukum. Karena itu, Djoko tidak menyangka akhirnya duduk di kursi persidangan sebagai terdakwa.
Djoko mengungkapkan telah berusaha ikut membangun institusi kepolisian. Dalam pembelaannya, ia pun mengungkapkan berbagai program yang dirintisnya. Antara lain program Traffic Management Centre (TMC) dan pelayanan sim keliling.
Namun, karena tersangkut kasus belakangan ini, Djoko merasa karier yang telah dibangunnya sebagai aparat kepolisian itu hancur. "Seperti merasakan telah dijatuhkan dari tempat yang paling tinggi ke jurang yang paling dalam," ujarnya.