REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persidangan kasus dugaan korupsi proyek simulator SIM dan tindak pidana pencucian uang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa (16/7), mengundang tawa. Salah satu saksi, Indra Jaya Febru Hariadi, begitu bersemangat menceritakan mengenai bisnis jual beli pusaka dengan terdakwa Inspektur Jenderal Polisi Djoko Susilo.
Ketua majelis hakim Suhartoyo menanyakan keterkaitan Indra dengan kasus ini dan apa yang ditanyakan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat pemeriksaan. Purnawirawan TNI itu kemudian menjelaskan mengenai awal mula perkenalannya dengan Djoko pada 1998. Indra tengah sowan ke kediaman Kapolri saat itu, Roesmanhadi. Saat hendak pulang, di luar ia bertemu dengan Djoko.
Selepas itu, Indra kerap berkomunikasi dengan Djoko Pada pertemuan berikutnya, Indra menawarkan bisnis pusaka keris pada Djoko. Kemudian pada 1999, ia menceritakan ada kolektor asal Jerman bernama Andreas yang tengah mencari pusaka. Kebetulan keris yang dicari itu ada pada Djoko.
Saat itu, tiga keris dijual dan satu lainnya sebagai cinderamata. Ia menyebut nilainya sekitar 680 ribu euro. Indra yang menjadi perantara kecipratan untung. "Hadiahnya dari beliau (Djoko) juga lumayan bisa beli mobil waktu itu," ujar dia
Selepas Indra menjelaskan panjang lebar mengenai transaksi jual beli pada 1999 itu, ketua majelis hakim kebingungan. Suhartoyo tidak menemukan cerita transaksi itu dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Indra. Ia kemudian menanyakannya kepada saksi.
"Mohon maaf yang ditanya penyidik KPK itu beliaunya beli pusaka dari saya. Itu pada 2004," jawab Indra.
Suhartoyo menimpalinya. "Baik itu saja. Kalau itu saudara terangkan. Kalau yang orang Jerman beli dengan dibayar euro itu gak ada." "Memang tidak ditanyakan Pak, di sana (KPK)," kata Indra. "Heh?" Suhartoyo heran.
Indra menjelaskannya. "Tidak ditanyakan. Di sini baru bapak tanyakan." Keterangan Indra mengundang tawa majelis hakim dan pengunjung sidang.
"Sebenarnya, majelis juga enggak tanya itu. Yang ditanya itu ketika di KPK itu loh anda ditanya apa," kata Suhartoyo. "Oh siap," jawab Indra
Indra kemudian menceritakan pada 2004, Djoko beserta istri datang ke rumahnya di Malang. Ia menawarkan pusaka kepada Djoko. Saat itu, Djoko memeriksa keris-kerisnya. Indra mengaku memang banyak memiliki pusaka keris. Ia mengatakan, pusaka itu kebanyakan merupakan pemberian dari orang tuanya.
Suhartoyo sempat mengulik keterangan mengenai keris sebelum Indra menceritakan transaksi dengen Djoko pada 2004. Hakim menanyakan mengenai luk keris. "Ini tidak penting juga untuk sidang. Cuman hakim perlu juga tahu ini sekadar asal cerita atau tahu benar," kata dia.
Indra kemudian menjelaskan mengenai luk keris. Ia menjelaskan istilah penyebutan mulai dari keris yang tidak mempunyai luk. Ia kemudian menyebut istilah penyebutan untuk keris luk tiga, tujuh, sembilan, sebelas, tiga belas, dan lima belas. Menginjak luk tujuh belas, Indra berusaha mengingatnya.
"Luk 17 itu......," Indra mencoba untuk mengingat kembali. Suhartoyo menyelanya,"Sudah kalau lupa, jangan dipaksa. Nanti pingsan sampean." Namun, Indra masih tetap berusaha. "Mohon izin saya ingat-ingat, bapak. Luk 17......."
Suhartoyo segera mencoba beralih pada bahasan lain. "Ini keterangan saudara...." Kalimat ketua majelis hakim terhenti karena Indra masih asik dengan penyebutan luk keris. "Luk 21....." Suhartoyo pun mengingatkannya. "Ya sudah-sudah. Jangan cerita luk lagi."
Ketua majelis hakim kembali mengarahkan pertanyaan pada transaksi yang terjadi pada 2004. Menurut Indra, Djoko membeli 16 pusaka keris. Ia mengatakan, nilai pembelian sekitar Rp 1,7 miliar.