REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Muslim New York merasa dikhianati Kepolisian New York ketika intitusi itu menyebut masjid sebagai organisasi teroris. Padahal selama ini Muslim New York begitu koperatif dan aktif dalam penanggulangan masalah terorisme.
"Ketika kami mengundang komisari polisi Ray Kelly dan timnya memasuki masjid. Mereka seperti masuk dari pintu belakang," kata Linda Sarsour, anggota Asosiasi Arab-Amerika, dengan nada kecewa seperti dikutip Onislam.net, Jumat (30/8).
Kekecewaan tampak sekali dalam raut wajah Sarsour. Ia tak menyangka komunitas Muslim dikecewakan oleh pihak yang selama ini dipercaya. "Kami terlalu jenuh dengan pelanggaran hak-hak sipil Muslim New York," katanya.
Sarsour menyayangkan setiap usaha yang dilakukan umat Islam seolah tidak memiliki pengaruh apapun terhadap pandangan kepolisian New York. "Kami banyak menjalankan aktivitas yang mungkin tidak dilakukan pemerintah. Kami membantu siapapun di New York, sudah seharusnya kami dapat apresiasi," katanya.
Presiden Asosiasi Arab-Amerika, Ahmed Jaber menilai sedari awal Muslim New York telah terbuka dengan usaha NYPD menanggulangi masalah terorisme. Nyatanya, Muslim New York malah menjadi sasaran.
Sebelumnya, Departemen Kepolisian New York (NYPD) memberi label masjid sebagai organisasi teroris. Hal itu membuat polisi diizinkan untuk menyadap pembicaraan dan memata-matai imam meski tanpa bukti adanya kriminal.
Sejak serangan 11 September, NYPD membuka puluhan investigasi terorisme dalam masjid. Dengan menyebut masjid sebagai organisasi teroris maka setiap orang yang masuk masjid untuk ibadah berpotensi menjadi sasaran investigasi dan dimata-matai.
Program itu berjalan sudah bertahun-tahun lamanya. Program mata-mata itu tetap berlanjut meskipun tidak ada tindakan terorisme yang dilakukan.NYPD belum pernah membuat dakwaan sebuah masjid atau organisasi Islam mengoperasikan organisasi terorisme. Dalam laporan Arabnews, Rabu (28/8), NYPD menolak memberikan komentar atas program tersebut.