REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA--Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Keadilan mendesak pengembalian mekanisme pengawasan hakim Mahkamah Konstitusi ke Komisi Yudisial. Seruan itu menyusul penangkapan Ketua MK AM oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kasus dugaan menerima suap.
Ketua Badan Pengurus LBH Keadilan Abdul Hamim Jauzie dalam siaran pers yang diterima Antara Jawa Timur di Surabaya, Kamis (3/10) malam mengatakan, penangkapan tersebut menjadi pukulan telak dalam dunia peradilan, mengingat MK adalah The Guardian of Constitution yang diyakini sebagai lembaga yang independen dan kredibel.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menangkap Ketua Mahkamah Konstitusi AM yang diduga menerima suap terkait Pilkada Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, di rumah dinasnya, Jalan Widya Chandra III No.7, Jakarta Selatan, Rabu (2/10) malam.
Meski Hamim tetap menekankan agar MK membentuk dahulu majelis kehormatan untuk memberhentikan AM. Ia juga mengingatkan pembentukan MK merupakan mandat konstitusi dan keberadaannya sangat dibutuhkan, sehingga harus diselamatkan.
Langkah selanjutnya, imbuhnya, yakni menyiapkan mekanisme pengawasan terhadap hakim MK. "Di era demokrasi seperti saat ini, tidak boleh ada satupun institusi yang tidak diawasi. Hakim MK bukan malaikat, sehingga perlu pengawasan," ujarnya.