REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Jumlah korban tewas dalam konflik Suriah sudah melebihi angka 115 ribu jiwa.
Awal Oktober, ROL melaporkan, jumlah korban itu dikumpulkan dari 18 Maret 2011 sampai 30 September 2013 atau sejak awal konflik hingga 30 bulan kemudian. Di antara mereka yang tewas; 47.206 pendukung Presiden Bashar al-Assad dan 23.707 militan yang melawannya.
Dari jumlah itu, 28.804 merupakan tentara umum, 18.228 orang lainnya merupakan militan pro-rezim dan informan.
Akibat perang yang berkepanjangan, Clarissa Ward dari CBS News melaporkan, anak-anak Suriah kini terpaksa menjadi pekerja anak untuk menghidupi keluarganya. Mereka menjadi petani upahan.
Batool (10) terpaksa bekerja untuk sesuap nasi yang dulu sangat melimpah di negara mereka. Keluarganya harus mengungsi ke Lebanon untuk menghindari kekerasan akibat perang saudara.
"Aku rindu sekolah dan guru-guru," kata anak perempuan berwajah lugu ini. "Aku rindu pulang."
Ayahnya mengatakan, dia mengerti arti pentingnya pendidikan itu. Tapi, anaknya harus bekerja karena, sebagai pengungsi dia tidak mempunyai penghasilan.
Setiap pagi Batool harus pergi ke ladang-ladang pertanian di sekitar pengungsian. Membantu mereka yang membutuhkan pertolongan. Untuk sesuap nasi.
Dari hasil keringatnya itu, dia mendapat upah 5 USD atau sekitar Rp. 50.000, jumlah yang tidak cukup untuk menghidupi keluarganya.
Ketika ditanya, mengapa harus bekerja di usia mudanya. "Saya ingin hidup," jawabnya singkat.
PBB memperkirakan satu juta pengungsi Suriah saat ini berada di Lebanon dengan kondisi yang memprihatikankan. Lembaga dunia itu berusaha menyediakan barak-barak pendidikan agar anak-anak pengungsi itu tetap bisa belajar.
Ditemui di ruang kelas, seorang staf pengajar di sekolah PBB itu mengatakan, anak-anak di pengungsian biasanya mulai bekerja sejak umur tujuah tahun.