REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengungkap masalah terkait dengan Daftar Pemilih Tetap (DPT). Ketua Perludem, Didik Supriyanto, ada tiga hal yang harus menjadi sorotan dalam penyusunan DPT.
Yaitu, sistem, manajemen, dan operasional pendataan. "Sekarang ini ribut di poin tiga, padahal sebenarnya intinya ada di sistem," kata Didik di Jakarta, Ahad (3/10).
Ia menambahkan, sistem penyusunan DPT dilakukan secara bertingkat. Dimulai dari data kependudukan yang disusun menjadi Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4). Menurut dia, daftar penduduk itu masih tidak faktual. "Karena belum semua penduduk memiliki KTP atau NIK (Nomor Induk Kependudukan)," kata dia.
Menurut Didik, pencatatan NIK atau KTP juga tidak faktual. Ada penduduk yang sudah pindah, tetapi KTP atau NIK-nya tidak berubah. Kemudian tidak semua penduduk juga melaporkan peristiwa penting secara faktual. Seperti adanya kelahiran atau kematian. Padahal daftar pemilih itu harus memuat variabel NIK, nama, tanggal lahir, jenis kelamin, dan alamat.
Didik mengatakan, harus dilakukan sinkronisasi NIK atau KTP dengan kondisi yang faktual. Ketika DP4 diumumkan seharusnya sudah terjadi sinkronisasi antara data KPU dan juga pemerintah. Namun, sejak keluar data November lalu, sinkronisasi itu seperti tidak berjalan. "Apakah itu statement saja," kata dia.
Masalah kedua, menurut Didik, ada di manajemen. KPU tidak punya dasar yang jelas dalam memperkirakan data pemilih. Karena basis data dalam menyusun perencanaan itu berbeda. "Tidak jelas. BPS punya angka sendiri, Kemendagri punya, Pemilu sebelumnya juga ada angka," kata dia.
Basis data yang belum jelas berpengaruh juga terhadap perencanaan anggaran yang kadang turun terlambat. Sehingga, kinerja Pantarlih terhambat karena belum cairnya anggaran. Sementara di level operasional masalah terjadi karena petugas yang tidak kompeten, mengalihkan pekerjaan pada orang lain, dan petugas yang frustrasi.
Perludem memberikan masukan untuk memecahkan masalah yang ada. Didik mengatakan, KPU harus mempunyai basis data perkiraan yang jelas. Ia pun mendorong KPU untuk mempunyai sistem data pemilih sendiri. Basisnya bisa berasal dari data pemilih pemilu terakhir. "Jadi sistemnya berkelanjutan," kata dia.
Didik juga menyarankan, penyederhanaan jadwal pemilu. Menurutnya, pemilu cukup dibagi dua. Yaitu pemilu nasional untuk memilih anggota DPR, presiden, dan wakil presiden. Serta pemilu daerah untuk memilih anggota DPR, kepala daerah dan wakil kepala daerah.